Hari Kartini dan Upaya Merawat Literasi

Hari Kartini dan Upaya Merawat Literasi


Siapa yang tak kenal sosok R.A Kartini. Perempuan kelahiran Jepara yang gigih memperjuangkan emansipasi. Namun sayang terlalu lama kiprah Kartini dibuat sederhana dan disalahpahami dengan parade sanggul dan kebaya. Begitu pula tulisan-tulisan Kartini yang nyaris tak dibaca lagi. Tidak salah memakai baju kebaya dan konde mengikuti konde Kartini zaman old, tapi esensi gerakan Kartini bukanlah disana. 

Perjuangan Kartini terlalu sempit kalau hanya berfokus pada gaya busananya saja. Saya mengutip tulisan inspiratif dari Pendeta Andar Ismail. Kartini berobsesi memajukan perempuan bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan kaum perempuan dengan buku, yaitu agar anak perempuan suka membaca buku! Kartini melihat teman-teman Belandanya di Jepara maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh karena itu ia ingin agar para perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca. 

Kartini sendiri melahap ribuan novel dan esai di perpustakaan Jepara. Baik karya pengarang Belanda maupun karya pengarang Eropa lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Buku favoritnya adalah De Kleine Johannes, Moderne Maagden, De Wapens Neergelegd, Hilda van Suylenburg, De Vrow en Sociaalisme, dan Max Havelaar. 

Semangat literasi digambarkan dalam kisah perjuangan Kartini ditemukan dalam kumpulan Surat-surat yang dkirimkan kepada teman- temanya di negeri Belanda dan dibukukan dengan judul “Door duistermis tox licht” (Habis gelap terbitlah terang) ini adalah gambaran semangat dari sosok pahlawan perempuan yang ingin melepas kaumnya dari diskriminasi yang panjang pada zamannya. Visi literasi dari Kartini sangat luar biasa. Pencerdasan literasi yang digagasnya itu sangat relevan dengan konteks masa kini. Indonesia masih sangat ketinggalan dalam soal literasi. Jika Kartini hidup pada masa kini dia akan sedih melihat betapa masih minimnya kecerdasan dalam bidang literasi. 

Kartini merupakan tokoh perempuan yang memanggul pena sebagai senjata. Goresannya mampu melahirkan literat yang luar biasa. Sudah seyogyanya spirit literasi yang digagas R.A Kartini menjiwai perempuan Indonesia. Gairah baca tulis tak lagi jadi barang langka. Generasi muda tak lagi hanya menulis di social media tetapi lebih menuangkannya dalam karya. Seperti ungkapan dari sastrawan Pramoedya Ananta Toer " Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" 

Menggiatakan gerakan literasi ; membaca, menulis dan mengaktualisasikan tulisan dalam aksi nyata, menyelami kondisi lingkungan masyarakat khususnya persoalan perempuan dan anak yang masih sangat banyak seperti, tingginya angka kematian ibu melahirkan, pernikahan usia dini, tingginya angka perceraian, kekerasan seksual perempuan dan anak dan masih banyak lagi berbagai problem sosial yang harus terus disuarakan lewat tulisan sampai dapat menggerakkan dan menghadirkan solusi atas berbagai persoalan tersebut. Sisi baik yang syarat dengan keteladanan dari sosok Ibu Kartini adalah melek literasi. Dengan demikian, sungguh tidak lengkap jika mengenang RA Kartini hanya sekedar dari sisi emansipasi saja, sementara semangat juang Kartini dalam mencerdaskan perempuan pada zamannya untuk mahir membaca dan menulis diabaikan. 

Mari kita mengasah kepekaan dan keprihatinan kita lewat tulisan yang mencerahkan dan menggerakkan, serta mengaktualisasikan dalam aktivitas nyata sehingga hasilnya dapat memberi perubahan positif bagi perbaikan nasib bangsa, khususnya bagi perempuan. Mari kita jadikan literasi sebagai gerakan dan alat perjuangan sebagaimana telah ditorehkan oleh Kartini, karena sejatinya literasi itu mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan peradaban.

Penulis: Siska Nihayatul Khusna (Ketua KOPRI Komisariat Sunan Ampel Malang)

You may like these posts