Kabar Dari Sarinah, Si Pembaca Batin

Kabar Dari Sarinah, Si Pembaca Batin


Lanjutannya cerpen di organisasi ini tidak ada represi... Edisi 42...

"Eh, sampean kenapa kak laa. Senyum-senyum tidak ada musababnya" tanya sarinah menyadarkan lamunanku

"Hmmm, sampean dengar tidak suara barusan" jawabku sambil menyeruput kopi yang sedari tadi menunggu untuk dinikmati

aku pandangi kopi bemanja-manja di cangkir itu, terlintas wajah sarinah mengeksistensikan wujudnya dalam pantulan cahaya. kenapa ya ibunya menamai dia dengan sarinah. apakah ibunya pembaca sejarah atau ibunya pengagum soekarno, di era yang serba weterenisme ini masih ada saja orang tua menamai anaknya dengan nama nenek moyangnya, bukankah itu kuno, bukankah itu tidak kekinian, kenapa ya dia tidak dinamai dengan berbau bau agama. Hindun misalnya, sejauh wawasanku tentang sarinah, bukankah keluarganya adalah pemeluk agama yang setia

"enggak iih kak laa, yang aku dengar sedari tadi sampai sekarang adalah detak jantung sampean yang berdzikir menyebut nama Albert Munir" katanya, telunjuk jarinya ditempelkan ke bibir merahnya karna gincu itu, menerka-nerka menjelajahi isi dadaku

"eeeh, sarinah kog tau sih" pengujianku terhadap dugaan akuratnya

"ya tau lah kak laa, ini rahmat dari Tuhan" senyum manisnya memperindah intonasi pengeluaran suara

sarinah memang mempunyai kelebihan yang tidak dapat aku nalar, yang aku tau dia melanggengkan wudhu', sama seperti orang tuanya. Pemeluk agama setia. Pernah, dalam satu kesempatan aku silaturahmi ke rumah sarinah. Kitab-kitab tebal tentang ajaran islam berbaris disetiap sudut ruang tamu. Tafsir, ilmu kalam, ilmu alat, ilmu hadist, perbandingan madzhab, jelas kitab-kitab tebal itu harganya tidak murah pun isi kitab itu tidak sembarang orang yang faham. Jangankan dititik faham punya pun hanya untuk koleksi sedikit orang punya. Bahkan aku melihat di rak kitab pojok kiri atas ada buku husein bin marur al hallaj. Sumpah ngeri rumah keluarga sarinah itu.

"Bentar ya sarinah, aku hidupkan rokok dulu, ndak papa kan..?" izinku ke sarinah, walaupun kita berteman lama aku tetap menghormati sarinah yang anti asap rokok.

"Iya kak laa, silahkan" sahutnya

Aku nikmati rokok di tanganku dalam-dalam, barangkali Tuhan merahmatiku dalam setiap kepulan asap yang aku keluarkan

"Sarinah tau tidak, kenapa orang tua sampean menamai sarinah dengan nama yang saat ini menghiasi badan sarinah..?" Tanyaku melunaskan penasaran yang sejak tadi berpesta dipikiran

"Tidak kak laa, yang jelas Tuhan sudah menuliskan namaku di lauful mahfud. aku tidak berani tanya kepada orang tua sebab apa aku dinamai sarinah, yang jelas aku suka" jawabnya sambil mengibas-ngibas asap rokokku yang mengganggu kecantikannya

"Kak laa kenapa merokok, apakah kak laa tidak khawatir dengan persepsi lelaki yang menilai kak laa adalah perempuan tidak baik" tanya sarinah bentuk ketidaknyamanannya

"Tidak ada sebab sarinah, niatku hanya mendekatkan diri pada Tuhan, sarinah jangan melihat aku merokoknya. Aku merokok dalam rangka berdzikir pada Tuhan, ketika aku menghirup di hatiku bilang Allah ketika asap aku keluarkan di hatiku bilang Alhamdulillah" jelasku dengan penuh keyakinan

"Aku tidak memandang penilaian manusia sarinah, yang aku pertimbangkan hanya penilaian Tuhan terhadapku. Bukankah banyak cara menuju Tuhan"

Aku hisap lagi dalam dalam rokok yang hampir habis itu, aku pandangi lawan bicaraku malam ini, aku jelajahi setiap sisi dari bagian yang melekat pada dirinya. Buah dadanya, bibirnya, model pakainya, sangat agamis. Tapi bagaimanapun keelokan tubuhnya yang terbalut baju syar'i itu tidak bisa menipu kejelian pengelihatanku.

"Kak laa tau tidak, pimpinan organisasi kak laa itu, siapa namanya.."

Aku faham betul ketika sarinah memulai pembicaraan seperti ini pasti dia ingin menunjukan kelebihannya dalam menebak hal yang tak tampak

"Albezt munir..." sahutku

"Iya, bang munir itu.. tak lihat-lihat kak laa yaa, setiap kali dia berbicara dalam suatu perkumpulan pasti dikelilingi cahaya-cahaya disekitar badannya. Kak laa dan bang munir ada kedekatan gitu kayaknya, sekarang kog tidak pernah kelihatan kak.. menghilang yaa.." dengan gaya polosnya dia bercerita, mengingatkan aku pada albezt munir,

"kakak tadi bilang ada yang berbisik bisik ditelinga kak laa, siapa yang bilang kak, kakak kenal tidak, bilang gimana sih.." lanjutnya

Aku dan sarinah kuliah di sekolah tinggi yang sama cuman aku kakak tingkatnya, sarinah adalah pribadi pendiam, tertutup dalam berteman hanya orang-orang tertentu yang dapat membangun hubungan emosional dengan dia, tapi dibalik pribadi introvetnya, sarinah sosok kritis perihal kebatinan. Pernah dalam waktu kegiatan belajar sedang berlangsung mata kuliah perbandingan Agama, sarinah mengkritik ibu dosen yang sedang asyik menerangkan

"Mohon maaf ibu wulan, materi kita ini berat. Suara hati ibu jangan terfokus pada yang enak-enak terus, bukankah dalam model pembelajaran ketika penyampai ilmu menggunakan hati akan sampai pada hati..? tanpa mengurangi rasa hormat, saya izin keluar dari forum ini"

memang waktu itu ibu wulan masih pengantin baru, wajar saja sarinah berkata semacam itu. Setelah rumor pengkritikan sarinah ke ibu wulan itu beredar lewat ghibah mulut antar mahasiswa. Dosen jadi takut ketika masuk ruangan yang ada sarinahnya, aku melihatnya dengan mata jantungku sendiri. Waktu itu aku berada di musholah bertemu dengan bapak fendik dosen ilmu Hadits,

"loh, pak fendik. Bukannya sekarang jamnya bapak di semester 4 ya..?" Tanyaku keheranan melihat pak fendik berada bukan pada waktu dan tempatnya,

"hehe, iya niih laila, bapak mau wudhu' dulu.. takut di tebak-tebak yang aneh-aneh oleh sarinah" jawabnya sambil lalu lalang menuju kamar mandi.

"aku yakin sarinah tau siapa yang berbisik ditelinga kananku tadi" jawabku tanpa menjawab apa yang ditanya oleh sarinah.

Aku minum kopi yang dingin di depanku, malam semakin larut, angin semakin mengendorkan celana dalamku karna kedinginan, tapi rindu itu semakin bertambah dan tidak berkurang. Aku hidupkan lagi rokok untuk sekian kalinya, berharap organ reproduksiku tetap pada kehangatannya.

"Hmmm,.. ilmuku sudah menular niih ya ke kak laila, hehehe" responnya tetap dengan konsisten kecantikannya

"kak laila tau tidak, kronologi kejadian aksi turun jalan satu bulan lalu itu, dengan menghilangnya beberapa aktivis. kakak kan juga bagian organisasi itu yaa" dengan kekhasan sarinah ketika berbicara menempelkan telunjuk ke bibir merahnya, sarinah sedang memprologkan kejadian, aku tau kalimat awal sarinah ketika berbicara diawali dengan 'tau tidak' pasti dia tidak sedang mengajak diskusi, tapi dia akan mendongengkan kejadian yang dia lihat.

"Kan gini kak laa yaa, waktu itu... eeh, ndak jadi deh! Kak laila sudah menebak kebiasaanku" cemberut sarinah sambil membetulkan kerudung yang sejak tadi agak sedikit melenceng pada tempat semestinya.

Memang ini yang aku suka dari sarinah, bisa membaca gerakan kata didalam hati

"yaaah, jangan gitu lah sarinah.. maaf maaf, hatiku kan sedang memuji Tuhan karna kekaromahan sampean.. sini sini, kerudungnya aku betulkan biar kelihatan cantik" bujukku sambil aku gerakkan tanganku pada wajahnya.

"Eeiit kaak, jangan. dilihat orang looh.. ndak baik bercandanya aah, aku bisa sendiri" sarinah semakin mengerutkan keningnya

"ya ayo lah cerita ke kakak mu ini, sarinah kan tau kalau aku satu hari sebelum kejadian aksi itu kakak keluar dari organisasi" godaku agar sarinah mau cerita

"Tiga hari sebelum kejadian aksi itu kan... siapa kak sekertaris organisasi kakak itu" tersendat-sendat kalimatnya karna mengingat nama

"Bang maulana" jawabku

"iya kak, bang lana. Itu kan melayangkan surat aksi ke kantor DPRD dan pihak berwenang kan yaa, pagi itu aku sedang di depan parkir sama ibu, lihat bang lana mau baku hantam sama orang-orang yang ada di kantor itu kak, meskipun bang lana marah, tetap terlihat ganteng ya kak" katanya

"loh, sarinah tau juga yaa orang ganteng itu. Tak kira lurus-lurus saja isi hati kamu" godaku

"Ya enggak lah kak, aku ya masih normal" jawabnya tersipu malu

"Terus gimana sarinah, yang ke albezt munirnya.." antusiasku tidak sabar mengetahui kejadian sebenarnya

"Bentar kak, aku minum teh ku dulu. biar organ reproduksiku tetap pada kehangatannya" bisiknya mendekati wajahku

"huahuaahahaa, bisa saja anak ini" ketawaku karna faham maksud kalimatnya

"tidak hanya buku yang direview kan kak, tapi juga isi hatinya kakak.. hehe" jawabnya

"Iya iya sarinah, percaya deh" kalimatku penuh pasrah

"aku merokok juga ndak papa ta kak?" Tanyanya mengagetkan kopiku, hatiku tidak kaget karna aku faham pikiran sarinah seradikal pikiranku, untungnya sarinah ke kanan, aku yang ke kiri. Tapi sama-sama berpotensi mempengaruhi perilaku yang tidak pada mayor orang lakukan

"Jangan sarinah, sarinah tetap pada pemeluk agama yang setia saja, biar aku yang memperjuangkan kesetaraan gender, biar lelaki tidak mudah mempermainkan hati perempuan, sampean radikal pikirannya saja jangan amaliahnya, kasihan bibir merah sarinah" nasihatku karna rasa sayangku pada sarinah

"Aku sayang ke kak laila, berarti premis itu bisa dong untuk dijadikan kakak berhenti merokok" sahut sarinah

Aku matikan rokokku, aku jauhkan korek api dan bungkus rokok antisipasi jika sarinah nekat merokok malam ini. Bisa bisa aku yang nanti dimarahi orang tua sarinah

"Iya iya sayangku yang cantik, kakak mencoba sedikit demi sedikit mengurangi merokoknya deeh" aku cubit pipi embemnya

"Jadi apa tidak ini dongengnya" godaku ke sarinah, mengalihkan pembahasan agar tidak mengulas rokok lagi.

"Tidak jadi deh kak, pulang yuuk.. sudah ngantuk, kak laila tidur dirumah yaa, nanti kita tukaran celana dalem dan apa pun yang perempuan biasanya lakukan. Aku mau belajar menjadi wanita feminis seutuhnya seperti kakak" sambil memegangi mata ngantuknya, sarinah berkata kemana mana

"Yaaa, padahal aku ingin tau ini. Tapi ya sudah lah" ku cium kopiku sebelum benar benar aku tinggalkan sisa kenangannya

"kapan-kapan saja ya aku tidur dirumah sarinah, ada buku yang harus kakak khatamkan niih" jawabku mematahkan ajakannya

"Tapi janji ya kak, nginep, janji loh yaa" goda matanya yang berbinar-binar

"Iya janji, sayang sarinah" pasrahku dengan ajakannya

Waktu menunjukan pukul 23.50, memang setiap sabtu malam minggu seperti malam ini aku habiskan malam dengan sarinah. Selain belajar tentang teori kebatinan aku suka ngobrol dengan orang cantik, konon dalam buku feminis yang aku baca kecantikan itu akan menular seiring dengan berjalannya waktu dan kulino bersama. Iya sarinah adalah media kecantikan batinku, selain usaha pakai lulur dan skincare tiap malam juga harus ada usaha batin kecantikan. Salah satunya ngopi dengan sarinah
Kami pun berjalan ke tempat parkir mengambil motor yang setiap dipakai ia selalu menikmati bokong pemakainya

"Sarinah, aku pulang dulu ya. Sampean hati hati, selamat malam" ucapan perpisahanku

"Iya ka laila, kakak juga hati hati ya. Assalamualaikum" dengan senyum cantiknya mengucapkan perpisahan. selamat malamku dijawab dengan salam, dasar sarinah

"eeh kak, sudah sampai rumah? aku tadi di persimpangan jalan deket warung ayam geprek yang di kananya ada kantor BPJS itu, yang dikirinya ada tempat es favorit kita.. aku melihat bang Munir" pesan WhatSapp dari sarinah jam 01.30 yang aku baca jam 08.00 mengagetkan isi perutku yang belum sarapan

"Iya, dibahas waktu ketemu saja ya" ketikku dengan malas

Memang, meskipun aku ada rasa cinta ke Albezt Munir, tapi kecondogan hatiku tidak hanya pada satu lelaki. Entah ini pengaruh bacaan atau karna histeriaku tidak terbalaskannya cinta pada lelaki yang tidak memiliki hati itu, mungkin hati munir sudah sepenuhnya diwaqofkan pada satu perempuan saja, iya. Untuk saat ini aku nyaman dengan pikir dan sikap yang aku jalani

"Laila, ini munir... mantan pimpinan organisasi kamu" pesan WhatShap dengan nomer tidak dikenal mengagetkan piring sarapanku akibat reflek gerak tanganku

"Tuhan.. terimakasih" kata hatiku

Aku amati foto profil dari setiap sisi, tidak salah lagi. ini memang mantan pimpinan organisasiku.. Albezt Munir

"Siapa yaa, munir yang mana.. maaf mungkin kamu salah orang" balasku hanya sekedar memastikan

"ini aku Albezt munir, semester 8 di Sekolah Tinggi Agama Islam yang terpilihnya sebagai ketua organisasi berasas puisi sangat didukung penuh oleh kaum-kaum yang fanatik ke aku, salah satunya kamu kan laila" balasnya

Memang aku salah satu orang yang mengusung Albezt munir menjadi ketua umum, jelas tidak salah lagi.. ini dia, karna hanya dia yang faham betul tentang perjuangan dan pengorbananku mendukung dia menjadi ketua umum

"Coba pesan suara, aku masih ndak percaya" balasku cuek

Walaupun sebenernya hati ini penuh dengan kupu kupu berterbangan, tapi tetap harus aku tahan, harus pasang kuda kuda yang kuat. Ini antara hidup dan gengsi, bagaimanapun dialah yang mengeluarkan aku dari organisasi sebab beda persepsi

"Hai laila, gimana kabarnya. sehat sehat kan" bunyi suara yang jelas itu adalah kepunyaan Albezt Munir

"Baik, aku tidak gila.. tak kira kamu mati" balasku masih tetap dengan kuda kuda yang siap siaga

"hehehe, jahat kali ya laila sekarang.. sudah dulu yaa laila kapan-kapan aku kabari lagi, ini mau kegiatan keagamaan lagi. Assalamualaikum"

Apa aku tidak salah membaca niih, masak se kiri bacaan Albezt munir. Sekarang diaa... apa..? Kegiatan keagamaan,

Bersambung....

Penulis: Sahabat Ilyas Maulana Zidani (Kabid 1 PK PMII Shalahuddin Pasuruan)

You may like these posts