Ladang Subur Bisnis Rapid Test

Ladang Subur Bisnis Rapid Test


Indonesia mulai memasuki era normal baru, semua sektor mulai dari pendidikan, perindustrian, dan perekonomian perlahan mulai berjalan normal. Namun tentunya era normal baru ini dibarengi dengan beberapa peraturan yang harus di patuhi. Kebiasaan baru seperti memakai masker dan mencuci tangan akan menjadi pemandangan sehari-hari di berbagai pusat keramaian dan fasilitas publik, ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk menghentikan laju penyebaran virus corona sekaligus menjaga kestabilan perekonomian dan pendidikan di Indonesia.

Era normal baru menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat kelas menengah kebawah seperti sopir, calon mahasiswa, para santri yang hendak kembali ke pesantren, mereka harus membayar 200-350 ribu per tes, harga yang terlampau mahal dengan alat yang harganya setara dengan alat pengecek diabetes.

Menurut Ahmad Utomo seorang peneliti biolemekuler dan juga anggota dari young scientist forum, memaparkan bahwa rapid test digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap virus bukan untuk mendeteksi virus itu tersendiri jadi akurasi rapid test memang 95% benar tetapi bukan keperuntukannya (https://youtu.be/_zja44a6Yz0).

Hal ini sangat disayangkan oleh sebagian masyarakat yang membutuhkan rapid test untuk keperluan mereka seperti mengantar barang, melengkapi persyaratan pembelajaran dan lain-lain. Namun berapapun nilainya akan berusaha mereka bayar demi keberhasilan maksud mereka. Mirisnya masih banyak saja para oknum pelaku kejahatan yang memanfaatkan momen new normal ini dengan memakai topeng makelar rapid test demi meraup keuntungan yang berlipat ganda.

Mahalnya harga rapid test paling banyak dikeluhkan oleh sopir logistik yang akan mengirimkan barang dagangan mereka ke pulau Bali, alasan ini yang membuat mereka para sopir berdemo di terminal penimbangan Sritanjung Banyuwangi, mereka tidak setuju dengan keputusan gubernur provinsi Bali yang mewajibkan setiap orang yang masuk ke pulau Bali harus menyertakan SK hasil rapid test, ini sungguh memberatkan mereka karena dengan upah minimum mereka dipaksa untuk melakukan rapid test seaca mandiri, ini dirasa lebih berat karena dalam satu bulan mereka harus mengirim barang sampai dengan 4 kali. Walhasil para pendemo diperbolehkan menyebrang pulau Bali tanpa harus menyertakan SK hasil rapid test namun hanya satu hari itu saja. Ternyata kolusi dari para plutokrasi masih merongrong kuat dalam berbagai lini di negeri kita ini.

Ladang bisnis rapid test akan makin subur jika banyak peraturan yang mengharuskan penyertaan SK hasil rapid test, anggaran pemerintah sebasar 405 Triliun yang katanya untuk menangani permasalah virus corona yang mampu dirasakan masyarakat hanya berupa Bantuan Langsung Tunai meskipun hanya sebatas sembako yang habis untuk dimakan seminggu dan tidak tahu kapan akan menerimanya lagi. Harapan masyarakat pemerintah juga bisa menyelesaikan permasalahan mahalnya biaya rapid test yang membebani masyarakat. Masyarakat tentunya masih bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari tanpa harus berpangku tangan lagi kepada pemerintah asalkan usaha mereka tak terhalangi oleh peraturan yang semakin mencekik mereka.

Penulis: Sahabat Hasyimlondo (Bid. Pendidikan RayonAbdurrahman Wahid IAIDA Banyuwangi)

You may like these posts