Nomer Hp Gus Dur Masih Aktif

Nomer Hp Gus Dur Masih Aktif

Di sela-sela kesendirianku, aku merasa sakau, namun mimpiku sangat tinggi. Aku ingin berdiskusi tingkat tinggi seperti, ngopi sama Bapak Jokowi, ngopi sama Bapak Menteri mengenai negeri ini, negeri yang segalanya Tumpah Ruah Loh Jinawi.

Namun, itu semua hanyalah mimpi yang bisa terjadi atau bahkan tidak sama sekali. Karena niatku ingin berdiskusi dengan mereka agar aku tahu secara langsung bagaimana rasanya memimpin negeri ini, tahu masalah masalah yang terjadi, dan bagaimana caranya untuk bisa mengatasi.

Aku coba iseng-iseng buka google dan disitu aku menulis "Nomor Bapak jokowi yang bisa di hubungi" lalu aku menekan tombol enter agar google memberitahu nomor beliau. Setelah aku tekan enter tiba tiba muncul suara dari google "Nomor Bapak Jokowi masih belum tersedia, silahkan Hubungi nomor dibawah ini" google mengeluarkan nomor berjumlah 4 digit (1234).

Tanpa berpikir panjang aku menghubungi nomer tersebut, karena tingginya keinginanku untuk berdiskusi langsung dengannya.

Ternyata nomor itu masih aktif, ada tulisan berdering, dan nomor itu menjawab panggilanku, Lalu muncul suara

"Hallo..!! Ini siapa kok malem-malem nelpon saya, ganggu orang lagi tidur saja" Kata seseorang dibalik nomor 1234 itu, dengan suara yang agak serak serak basah

"Iya Hallo.. Sebelumnya saya minta maaf, apakah benar ini nomor bapak Jokowi, saya ingin berbicara langsung dengan beliau, apakah ini bapak Jokowi yang berbicara..?" Tanyaku dengan nada normal berharap yang bicara dibalik telepon itu adalah Bapak Jokowi.

"Bukan, saya Gus Dur ini nomor saya, ada apa..??" Jawab pemilik nomor 1234.

Seketika itu mataku terbelalak mendengar suara dari speaker telepon. Tidak percaya ternyata yang berbicara adalah Gus Dur, aku kenal suaranya dia memang seperti suara Gus Dur. Tetapi kan Gus Dur sudah wafat, pikirku kembali. Aku coba bertanya

"Bukannya Gus Dur sudah meninggal..???" tanyaku padanya.

"Alahh kata siapa saya sudah meninggal, saya masih hidup kok, meskipun jasad saya sudah termakan oleh tanah, buktinya kita masih bisa bicara lewat telpon kan..!!!" tegas Gus Dur.

Mulutku semakin sulit untuk berkata, aku hanya bisa menelan ludah sampai-sampai ludahku habis aku telan. Tidak percaya masak Gus Dur yang sudah meninggal bisa teleponan sama saya yang ada di bumi. Mau bagaimana lagi, aku mencoba memberanikan diri berdiskusi dengannya,

"Begini gus, saya ini kebetulan seorang Mahasiswa dan saya juga ikut organisasi namanya PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), artinya saya yakin dan percaya terhadap organisasi yang saya geluti, karena PMII mempunyai nilai Keislaman dan Keindonesiaan. Saya sebagai umat islam yang ada di Indonesia ingin memajukan negeri ini, saya sering berdiskusi dengan senior saya ingin menambah pengalaman dan wawasan saya. Dan Alhamdulillah senior saya cukup mengerti akan keluhan-keluhan saya, dan membimbing saya menjalani proses selama kaderisasi berlangsung. Saya diajarkan bagaimana cara kita berorganisasi, bekerjasama, menganalisis masalah-masalah sosial yang ada, mengatasi masalah yang belum kelar-kelar karena terlalu banyak hiruk pikuk yang melanda. Menurut sampean bagaimana gus..?" ungkap tanyaku pada Gusdur.

"Bee kamu ikut PMII, terus apa yang telah kamu lakukan, ngumpul sama siapa aja, diskusi sama siapa saja, ikut aksi sama siapa aja, turun ke jalan ngapain, hal apa yang sering kamu diskusikan, apa kamu hanya ingin memajukan organisasimu, apa kamu hanya ingin mengibarkan bendera Kuning Birumu itu diatas langit..? Tujuanmu kemana sih..? dan apa yang telah kamu hasilkan dalam diskusi dan aksimu selama berorganisasi..? Mengapa pikiranmu begitu sempit?" Cecar Gus Dur

Ludah yang aku telan sudah habis, tenggorokanku semakin kering, aku hanya bisa terdiam, ketika mendapat banyak pertanyaan dari Gus Dur.

"Kamu itu jangan terlalu introvert, bersikaplah ekstrovert seluas luasnya. Kamu itu jangan terlalu tertutup, bukalah ruang seluas luasnya dalam pergaulanmu, jangan kamu menutup diri hanya karena benderamu. Indonesia ini majemuk penuh warna warni bendera ada yang hijau, biru dan juga yang merah, bergaullah kamu perbanyak diskusi dengan mereka-mereka, meskipun beda bendera asalkan tujuannya sama, untuk Indonesia. Jangan hanya kamu teriak teriak di gedung MPR, DPR, di depan Kantor Bupati dan lain sebagainya meminta keadilan, padahal kamu belum tahu makna keadilan itu sendiri. Nanti ujung ujungnya setelah kamu jadi Alumni PMII malah mendekat kepada pejabat-pejabat pemerintah meminta ruang dan kedudukan, hanya untuk dirimu sendiri. Kamu sudah lupa akan keadilan yang sering kamu teriakkan. Kamu terlalu membahas bahwa negara kita ini adalah negara oligarki, terus bagaimana dengan organisasimu (PMII), apakah sudah berdemokrasi..? Pikir itu baik baik" lanjut Gus Dur

Hatiku tersentak tiba tiba, badanku mulai lemas, tak mampu menjawab pertanyaan pertanyaan yang diajukan. Aku hanya bisa menjawab

"Nggeh Gus.."

"Saya dak mau ya, pemuda pemudi Indonesia itu hanya bisa bicara di dalam forum, kalian harus bisa bicara di dalam masyarakat yang sebenar-benarnya. Lihatlah di sekitarmu lihatlah tetanggamu berapa banyak orang yang masih dikira belum mendapatkan kasih sayang. Ingatlah Tuhan kita bersifat Rohman dan Rohim. Kita harus bisa berperan dalam sifat itu. Kita ini dijadikan khalifah apalagi kalian Ditakdirkan sebagai Mahasiswa Pergerakan yang disebut-sebut Agent of Change atau Agent of Control. Yang seharusnya kita harus membuat perubahan yang nyata, bukan sekedar kata kata. Percuma, kamu diskusi hingga larut malam, berfilosofi, bersufi ala Jalaluddin Rumi, hingga kamu tidak sholat subuh. mengkritisi pengetahuan pengetahuan yang sudah tertata rapi agar kamu disebut mahasiswa yang berintelektual, cakap dan sebagainya. Ikut aksi agar dinilai sebagai aktivis yang selalu ikut demonstrasi. Apakah hanya sebatas itu..?" Kata Gus Dur

"Cobalah kamu mendekat kepada orang disekitarmu seperti Tunanetra, Tunawisma yang kekurangan akan kasih sayang. Cobalah kita belajar menjadi manusia sejati yang bisa memanusiakan manusia. Dengan cara apa, dengan caramu sendiri terutama, gunakan organisasimu untuk bersinergi dalam mengatasi hal itu. Gunakan bacotanmu meskipun sekedar memberikan suntikan semangat dan motivasi bagi mereka. Bantulah sesuai kemampuanmu, meskipun hanya sebatas senyum. Ikhlaskan hatimu untuk bisa bergaul dengan mereka juga. Buatlah mereka tertawa. Maka disitulah engkau bisa merasakan hikmah kehidupan yang sebenar-benarnya"

"Nggeh Gus.." aku hanya bisa mengulangi jawabanku sebelumnya.

"Saya titip bangsa ini kepada kalian anak muda, teruslah konsisten dalam berproses di organisasimu, pertahankan budaya luhur bangsamu, tingkatkan rasa toleransi dan kemanusiaanmu. Lihatlah lingkungan sekitarmu. Ada yang lebih penting dari sekedar politik, yakni kemanusiaan. Kalian harus bisa melawan dirimu sendiri untuk saat ini. Karena dulu para pahlawan berjuang melawan penjajah demi kemerdekaan, dan sekarang tugas kalianlah yang lebih sulit yakni melawan bangsamu sendiri dalam mempertahankan kemerdekaan. Jangan sekali kali hilangkan sejarah negerimu. Kerahkan egomu dalam menjunjung tinggi peradaban. Jangan hanya menjadi objek dalam narasimu sendiri. Tetapi jadilah subjek dalam narasi kemanusiaanmu" Pesan Gus Dur

"Ya sudah saya tutup dulu ya teleponnya, saya masih ada urusan sama malaikat. Yang penting lakukan pesan saya... Teruslah bergerak dan jangan sekali kali berkhianat...." pungkas Gus Dur.

" Sendiko dawuh Gus".... Ucapku dan Gus Dur segera menutup teleponnya.

Aku merasa Gus Dur telah menamparku keras keras, dia telah mengembalikan tatapanku yang semula keliru kepada sudut pandang kemanusiaan yang bermakna dalam hidupku.

Selesai, Gitu Aja Kok Repot. Hhee.... Lahul Fatihah.....

Penulis: Sahabat Imron Rasyidi (Anggota Rayon Avicenna Komisariat Raden Bagus Asra STAI AT-TAQWA Bondowoso)

You may like these posts