Tambang Dan Kaltim

Tambang Dan Kaltim


Setiap negara pasti menginginkan kesejahteraan bagi setiap warganya dengan mengembangkan berbagai sektor untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Setiap sektor yang bisa menghasilkan ekonomi, akan di optimalkan semaksimal mungkin agar pendapatan sebuah negara mampu mensejahterakan warga negaranya.

Komponen utama yang memberikan sumbangsih kepada kehidupan manusia adalah Sumber Daya Alam (SDA), baik yang ada di atas permukaan bumi maupun di bawah permukaan bumi yang di patok dengan luas wilayah suatu negara, baik itu menghasilkan bahan premier (belum melalui proses) maupun di olah menjadi bahan yang siap pakai baik di dalam negeri maupun ekspor ke berbagai negara lainnya. 

Selain di atur oleh sistem tatakenegaraan yang baik dan mengedepankan kepentingan rakyat, kesejahteraan rakyat juga di tunjang oleh SDA yang begitu melimpah dan mudah untuk di pergunakan bagi seluruh masyarakat sebuah negara. Salah satu negara yang memiliki SDA yang melimpah adalah Indonesia. 

Indonesia menjadi negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu melimpah. Indonesia yang memiliki SDA yang melimpah ini secara ekspektasi akan menjadi negara yang kaya, tentram dan mampu mensejahterakan rakyatnya. 

Baik dari SDA yang ada di permukaan bumi dalam hal ini yang mampu menunjang kebutuhan premier manusia  yaitu, Sandang, Pangan, dan Papan. Adapun SDA yang berasal dari dalam perut bumi seperti nikel, batubara, minyak dan gas adalah produk SDA yang menunjang kehidupan manusia dalam jangka panjang. Maka, Indonesia menjadi sebuah negara yang sangat beruntung karena memiliki semua SDA, baik yang ada di atas bumi maupun yang ada di dalam perut bumi. 

Para pembaca yang budiman, kita akan sedikit membahas terkait Sumber Daya Alam (SDA) yang berasal dari dalam perut bumi. SDA utama yang hampir ada di setiap daerah adalah SDA Batubara. 

Begitupun dengan Provinsi Kalimantan Timur, di lansir dari www.Jatam.org Kaltim memiliki jumlah cadangan batubara sebesar 7,5 miliar ton. Nah, dengan persediaan cadangan batubara yang begitu banyak ini, Indonesia pasti bisa menjadi negara makmur dan negara maju dan mampu mensejahterakan masyarakatnya. Tapi tau kah kita, bahwa SDA Batubara, minyak, gas, dan lainnya adalah Sumber daya yang tidak dapat di perbarui atau SDA yang pasti habis dalam proses pengambilannya. 

Hal ini menjadi sebuah pertanyaan baru bahwa, sampai kapankah Indonesia dan Kalimantan Timur bertahan dengan batubaranya sebagai komoditas utama penghasil pendapatan Negara dan daerah? Di lansir lagi dari www.jatam.org Cadangan batubara Indonesia akan habis pada 20-30 tahun ke depan. 

Jika melihat prediksi Jatam, maka batubara Indonesia akan habis di sekitar tahun 2040 atau 2050, ya memang itu merupakan waktu yang cukup lama untuk di tunggu.

Namun, 20 atau 30 tahun lagi tidak akan terasa lama jika terus di biarkan penggalian-penggalian batubara secara besar-besaran di lakukan. Dan ternyata menurut analisa kecil-kecilan yang saya lakukan bahwa, proses penggalian batubara membutuhkan lahan yang luas untuk bisa menghasilkan batubara yang banyak dan berkualitas. 

Lahan-lahan yang sangat luas itu hanya dapat kita temukan di hutan-hutan belantara, hutan hujan dan hutan-hutan lainnya, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa wilayah pemukiman juga tak luput dari wilayah pertambangan seperti halnya di daerah Desa Mulawarman.

Nah, Jika hutan-hutan yang ada di Kalimantan Timur dan Indonesia menjadi konsesi pertambangan batubara, maka sudah pasti seluruh penghuni alam liar yang ada di hutan di gusur untuk kepentingan penggalian batubara atau ya sebut saja “Kepentingan investor”. Kebayang tidak, di tahun 2040 hutan sudah tidak ada padahal Kalimantan Timur yang memiliki wilayah yang luas dan menjadi provinsi terbesar ke-2 dengan luas 12,7 Juta Ha persegi karena proses penggalian batubara, padahal Kalimantan dahulu di sebut sebagai Paru-paru dunia karena hutanya yang begitu luas dan mampu memberikan sumbangsih oksigen bagi umat manusia. 

Kebayang tidak saat hujan lebat, kita tidak punya daerah resapan air yang mampu menyerap berjuta-juta kubik air hujan dan akhirnya airnya pun bermuara di daerah perkotaan dan mengakibatkan banjir besar? Dan itu semua sudah di rasakan oleh masyarakat di berbagai daerah yang hutannya habis karena perluasan daerah galian batubara. 

Terutama Kalimantan Timur dan tepatnya lagi Kota Samarinda, tiap kali hujan pasti banjir, tiap kali banjir pasti ekonomi terhambat dan seterusnya. Yang akan menanggung itu semua adalah kita dan masyarakat lainnya. 

Jika di Tanya solusi apa yang harus di lakukan adalah, perbanyak daerah resapan, kurangi wilayah galian tambang, maksimalkan fungsi sungai dengan tidak mencemarinya dan yang paling penting adalah kesadaran masyarakatnya.

Namun, efek penggalian tambang batubara yang sangat merugikan masyarakat terus mengintai. Jatam merilis bahwa sampai saat ini sudah 39 total anak mati di lubang tambang, kebayang tidak kalau kita atau pembaca yang menjadi orang tuanya. Salah satu alasan yang kuat saat ini adalah karena reklamasi yang di lakukan tidak benar-benar di lakukan secara optimal, sehingga anak-anak dari masyarakat setempat bekas lubang tambang dengan mudah masuk dan main bersama Lubang Maut tersebut. 

Hal ini perlu di pikirkan bersama-sama, jangan lagi ada korban-korban yang tak berdosa jatuh ke dalam lubang tambang yang masih di biarkan menganga lebar.
Demikian analisa kecil-kecilan yang saya lakukan terkait dampak dari penggalian batubara. 

Maka perlu di hidupkan kembali sistem ekonomi yang bijak terhadap lingkungan. Diantaranya, mengembangkan sektor pertanian dan perkebunan, sektor pariwisata, sektor hasil kerajinan daerah dan memaksimalkan pasar rakyat. Nah, hal ini jika terus di kampanyekan dan terus di edukasikan kepada masyarakat secara terus-menerus, maka akan menjadi sebuah harapan baru bagi masyarakat dan meminimalisir kerusakan ekologi tentunya. Kita tentu membutuhkan bahan pokok pangan, kita tentu membutuhkan hasil pertanian untuk kebutuhan hidup. 

Maka, apa yang akan di harapkan dan  diwariskan kepada anak cucu warga Kalimantan Timur jika lingkungan dan lahan untuk bercocok tanam telah rusak? Hanya kerusakan, ketidaklayakan ekosistem, ketandusan serta ketidakseimbangan lingkungan hidup bagi manusia.

Maka mulai dari sekarang perlu di fikirkan dan disiapkan oleh kita semua, generasi-generasi muda Kalimantan Timur untuk mampu membangun dan mewujudkan tatanan ekonomi rakyat yang adil dan ramah terhadap alam dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. 

Pengoptimalan sektor-sektor yang ramah akan memberikan efek dan akibat yang baik pula kepada lingkungan dan manusia. Selain mampu dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat, akan berdampak pula pada keseimbangan ekosistem di daerah tersebut.

Hal ini harus terus di kampanyekan guna mencapai solusi terbaik atas permasalahan yang selama ini terjadi.

Penulis: Eko Abiyyu Dzulsuri Sulthon (Mahasiswa Program Studi Manajemen Dakwah, FUAD IAIN Samarinda) 

You may like these posts