Patriarki Di Organisasi Sendiri "Wahai Ketua Sadarlah, Ada Partner Perempuan Di Pundakmu, Bukan Di Punggungmu"

Patriarki Di Organisasi Sendiri "Wahai Ketua Sadarlah, Ada Partner Perempuan Di Pundakmu, Bukan Di Punggungmu"


Sistem sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan. Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi, sosial, hukum dan lain-lain. 

Dalam ranah personal, budaya patriarki adalah akar munculnya berbagai kekerasan yang dialamatkan oleh laki-laki kepada perempuan. Atas dasar "hak istimewa" yang dimiliki laki-laki, mereka juga merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi perempuan. 

Sebagai organisatoris Tentu saja. Implementasi yang memadat tentang keilmuan diasah tuntas. Apalagi organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berideologi Ahlul Sunnah Wal Jama'ah. Mampu membumisasikan kampanye Al Wassatiyyah di elemen apapun. Dari Hubungan Terhadap Allah, Sampai pada dengan pencipta-Nya. Satu diantaranya adalah Manusia. 

Membedah makna Manusia itu sendiri. Dibagi menjadi 2 Jenis. Laki-laki dan perempuan. Sehingga, Nilai Dasar Pergerakan (NDP) menyinggung juga terhadap perempuan.

Perempuan sudah bergerak seperti apa yang dikehendaki oleh PMII. memberikan ruang selebar-lebarnya untuk mengekspresikan keilmuan yang di dapat seluas-luasnya. 

Tetapi, itu hanyalah teori angin. Di rasakan dari telinga. Tidak untuk wujud realita sebenarnya. Bergerak beriiringan bersama pria. Tetapi, tidak untuk kenyataan pahitnya. 

Nah, kembali ke topik utama tentang konsensus. Kenapa pada akhirnya timbul konsensus semacam itu? Apakah sebelum disepakatinya konsensus tersebut tidak ada pertimbangan bahwa informasi mengenai kepengurusan organisasi mereka itu harusnya disajikan secara gamblang? Karena mereka (Badan Pengurus Harian Komisariat) seringkali diinterpretasikan sebagai representasi dari Kader.

Sekaligus pemangku kebijakan bagi Seluruh Rayon yang dipimpin, artinya segala informasi mengenai mereka harus disajikan secara jelas di muka publik karena mereka bertugas dalam ranah publik.

Kemudian selain pertimbangan seperti yang sudah saya sebutkan di atas, terlepas dari konsensus yang telah dibuat, saya jadi bertanya-tanya lagi, sebenarnya solidaritas seperti apa yang diterapkan dalam tubuh PMII?

Jika memang dari awal anggota perempuan sepakat fotonya diturunkan opacitynya, harusnya foto anggota laki-laki juga demikian, bukan malah sebaliknya, foto anggota perempuan buram sedangkan foto anggota laki-laki tetap shinning, shimmering, splendid, apa jangan-jangan mereka tidak mengenal semboyan legenderis di dalam dunia keorganisasian yang masih eksis sampai sekarang yaitu “Satu rasa sama rata?”

Apalagi, kita adalah Kader PMII menggunakan Semboyan "Sahabat". Maka, tidak memaknai diri perempuan juga adalah seorang sahabat. Bukan Sebagai adik, sesosok lemah dan peternakan pacar siap pakai. 

Kami adalah kami. Perempuan adalah perempuan. Bukan orang yang wajib pria kader. Dan bukan juga sebagai kelompok yang di marginalkan kepengurusan dengan menjual nama organisasinya. 

Sebagai KOPRI Komisariat IAIN Samarinda. Kami juga diberi ruang dalam memberikan kebebasan bergerak untuk membentuk kelompok gerakan kami. Tidak harus semuanya melapor kepada kelompok yang lebih tinggi jabatannya. Tanpa mementingkan bahwa Kami juga seorang yang memimpin kader-kader KOPRI nya, memberikan pengaruh kaderisasinya. Serta, lahan wajib untuk di kader oleh para sesosok pria yang meninggikan derajatnya. 

Semoga tulisan ini menjawab, semua keluh kesahmu wahai Semua KOPRI Seluruh Indonesia. Bangkitlah dan melawan. 

Penulis: Nia Rahmawati (Ketua KOPRI Komisariat IAIN Samarinda)

You may like these posts