PMII dan Aktualisasi Syiar Kebangsaan

PMII dan Aktualisasi Syiar Kebangsaan


PMII sebagai Pilar Kebangsaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi mahasiswa sebagai kepanjangan tangan dari ormas Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Oleh sebab itu, baik NU maupun PMII memperjuangkan ideologi yang sama.

PMII harus mampu mengimplementasikan ideologi Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) dalam rangka merawat NKRI serta menjawab tantangan kehidupan bernegara dan beragama yang begitu kompleks. Setidaknya, terdapat 4 tantangan utama: kemiskinan, lemahnya penegakan hukum, gerakan radikalisme ataupun ekstrimisme, dan kesenjangan pemanfaatan dalil naqli maupun dalil `aqli.

Dalam menyikapi kemiskinan, PMII harus turut berperan aktif agar rakyat berdaya secara ekonomi dan belajar agar bisa hidup mandiri. Sebagai organisasi yang membawa misi Aswaja, PMII harus tetap mengawal peradaban bernegara dan beragama Islam di Indonesia. Upaya untuk menyejahterakan perekonomian masyarakat adalah bentuk lain dari keadilan yang patut dijunjung tinggi. Mengutip “Piagam Nahdlatut Tujjar” bahwa betapa kemiskinan di negeri ini harus dihadapi secara bersama-sama dan komitmen yang tinggi. Dan orang yang miskin terlebih dahulu harus diubah paradigmanya agar tidak selalu hendak menggantungkan hidupnya kepada orang lain.

Berikut petikan kalimat dalam “Piagam Nahdlatut Tujjar” yang menunjukkan hal itu: “Mereka melakukan sikap tajarrud (sikap mengisolir dan membebaskan diri dari mencari nafkah), sedangkan mereka belum mampu. Akibatnya sebagian besar mereka harus merendah-rendahkan diri minta bantuan orang kaya yang bodoh atau penguasa yang durhaka.” Dari redaksi bahasa yang digunakan, tampaknya bangsa ini pernah hidup dalam kondisi perekonomian yang cukup mengenaskan. Tentu saat ini tidak separah seperti itu. Hanya saja, di beberapa tempat di perkotaan, tak jarang kita masih mendapati para pengemis yang tentu menyentuh sanubari. Ada yang tua sembari menggendong anaknya, dan tak sedikit yang masih anak-anak di bawah umur. Mereka menjalani kehidupan keras di kota berbalutkan kondisi perekonomian yang sangat lemah.

Lantas, siapa yang patut disalahkan? Menilik persoalan tersebut, tak sepantasnya kita berpikir hitam putih, tidak mudah memberikan klaim kesalahan. Satu hal yang penting ialah mencarikan solusi alternatif guna memecahkan persoalan tersebut. Salah satunya ialah dengan melabuhkan nilai Aswaja An-Nahdliyah berupa keadilan (i'tidal).

Konkretnya, pemerataan kesejahteraan di negeri ini mesti digalakkan. Sebab, dengan begitu, kemiskinan dapat diminimalisir sedemikian rupa. Dan ini tidak bakal berlangsung maksimal tanpa adanya komitmen tinggi dari pemerintah, pengusaha, warga Nahdliyin, dan masyarakat secara umum. Penyediaan lapangan kerja, misalnya. Ini masuk kategori i'tidal kalau merata dan tidak hanya dimiliki oleh beberapa orang saja.

Penulis: Daud Azhari Gerung (Aktivis PMII/Alumni PP Ciganjur Jakarta)

You may like these posts