Menyambut Ramadhan Sekaligus Hari Kartini, PMII STIT Pringsewu Bagi Takjil dan Buka Bersama

Menyambut Ramadhan Sekaligus Hari Kartini, PMII STIT Pringsewu Bagi Takjil dan Buka Bersama


TIMESPERGERAKAN.COM, PRINGSEWU - Dalam Momentum peringatan HARLAH PMII dan Hari Kartini di bulan Ramadhan, puluhan aktivis mahasiswa yang tergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat STIT Pringsewu, Berbagi Takzil, Jumat (23/04).

Takjil dibagikan di lokasi Jalan Raya Lintas Pringsewu, Kegiatan Takzil dilakukan dari jam 16.30 sampai menjelang maghrib. Adapun takzil di bagikan di mulai depan Sekretariat PMII STIT Pringsewu, lalu di rest area dan berakhir di Tugu Gajah Pringsewu, kegiatan tersebut disambut ramai pengguna jalan raya dan masyarakat sekitar yang melintas.

Ketua Pengurus Komisariat (PK) STIT Pringsewu, Abi Rifai menerangkan bahwa rangkaian kegiatan HARLAH Organisasi Mahasiswa yang lahir pada 17 April 1960 dan Hari Kartini itu diawali dengan berbagi takjil, buka bersama di sekretariat PMII STIT Pringsewu, doa bersama dan sholat tarawih.

“Bulan Ramadhan ini bertepatan dengan HARLAH PMII Ke-61 dan Hari Kartini  yang belum lama ini, sehingga kami memperingatinya dengan bagi-bagi takjil, dan dilanjutkan dengan refleksi, doa bersama dan sholat tarawih,” ungkap Abi.

Dijelaskan Abi, kegiatan tersebut digelar oleh pengurus komisariat dan diikuti oleh kader serta anggota Komisariat STIT Pringsewu. Pada momen ini diharapkan dapat meneladani dan sebagai cerminan untuk merefleksikan tokoh perempuan nasional yaitu R.A Kartini.

Menurut Laili Nurbaiti selaku Ketua Korps PMII Putri (KOPRI) STIT Pringsewu, kegiatan berbagi takjil ini diharapkan akan menumbuhkan jiwa empati kepada yang lain dan meneladani perjuangan Raden Ajeng Kartini.

"Dengan adanya kegiatan ini bisa memberikan semangat juang atau membangkitkan lagi semangat dari KOPRI dan pengurus untuk terus berdaya dan cerdas secara intelektual serta tidak ada lagi budaya patriarki," harapnya.

Lebih lanjut Laili mengambil contoh kaderisasi di KOPRI yang dahulu pada jaman kolonial perempuan dianggap kelas dua, lalu perjuangan sebatas di dapur, sumur dan kasur, sekarang bisa memilih berkiprah di mana pun. 

“Di dunia pergerakan, kader perempuan berhak dan layak menjadi pemimpin, menyuarakan pendapat, berkarya  berprestasi, karena perempuan cerdas akan melahirkan generasi-generasi yang berkualitas,” tutup Laily.

Pewarta: Yusuf Setiawan, Editor: Ihza

You may like these posts