Sekilas Refleksi Menuju 76 Tahun Pancasila Untuk Indonesia

Sekilas Refleksi Menuju 76 Tahun Pancasila Untuk Indonesia


Penulis: Sahabat Ihza Maulina (Rayon Syariah Komisariat Ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan)

“Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Kita. Tanah Air, Pasti Jaya. Untuk Selama-lamanya. Indonesia Pusaka, Indonesia Tercinta. Nusa Bangsa dan Bahasa, Kita Bela Bersama.”

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau sekitar 34 Provinsi. Negara kepulauan ini telah diakui sebagai negara yang beranekaragam suku, bahasa, budaya, agama, dan rasnya. Selain terdiri dari beberapa pulau, Indonesia juga dikelilingi oleh lautan yang begitu luas. Meskipun Indonesia memiliki pulau-pulau yang terpisah, akan tetapi disatukan oleh perairan. Kondisi geografis Indonesia yang seperti ini, tidak menjadikan lunturnya semangat persatuan untuk seluruh wilayah disekitarnya. Hal demikian sesuai dengan semboyan dari pita yang dicengkram erat oleh Burung Garuda yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti ‘berbeda-beda tapi tetap satu’.

Dengan alasan kesatuan dalam keberagaman, maka Indonesia menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara. Ideologi ini telah diakui sejak lahirnya lima sila yang menjadi dasar atau pijakan untuk masyarakat Indonesia lebih baik. Jika diartikan secara sederhana, ideologi adalah ilmu tentang ide-ide, konsep, dan cita-cita yakni cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ideologi merupakan kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Pendapat serupa dikemukakan oleh Soerjanto Poespowardjojo, mengatakan bahwa ideologi adalah keseluruhan sistem ide yang secara normatif memberikan persepsi, landasan serta pedoman tingkah laku bagi seseorang atau masyarakat dalam seluruh kehidupannya dan dalam mencapai tujuan yang di cita-citakan bersama. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian ideologi tersebut, Pancasila merupakan pedoman hidup bagi seluruh warga negara Indonesia dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan.

Sebelum adanya Pancasila, nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila sudah terlihat baik dari sisi perilaku maupun moral dari orang-orang pada zamannya. Pada masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-VII di bawah kekuasaan Raja Syailendra, sila pertama terwujud dengan adanya umat agama Buddha dan Hindu yang hidup berdampingan secara damai. Nilai sila kedua terwujud dalam hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Nilai sila ketiga terwujud dengan terbentuknya wilayah geografis Sriwijaya yang merupakan negara maritim. Nilai sila keempat terwujud ketika Sriwijaya memiliki kedaulatan yang sangat luas. Selain itu, nilai sila kelima juga terwujud ketika Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan sehingga rakyatnya makmur. Tak kalah juga, pada masa Kerajaan Majapahit sila-sila Pancasila sudah terlihat. Bahkan istilah Pancasila termuat dalam Kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu Prapanca, sedangkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika termuat dalam Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular. Keduanya merupakan cikal bakal adanya pedoman bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sejak Jepang menyerah kepada sekutu, Indonesia berhasil memperoleh kemerdekaan dari penjajahan. Segala persiapan dilakukan tokoh-tokoh pada masa itu termasuk dalam hal pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam perumusan dasar negara Indonesia dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sehingga badan ini mengadakan beberapa kali sidang, yakni pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 untuk merumuskan dasar negara Indonesia. Akhirnya, penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsa yang setelah sekian lama tergerus oleh penjajahan terjadi pada saat itu juga. Maka, jelas adanya jika 1 Juni 1945 diakui sebagai hari lahirnya Pancasila.

Semenjak lahirnya Pancasila hingga sekarang menuju tahun ke-76 terus menuai tantangan bagi Indonesia. Apalagi di era globalisasi, teknologi dan keilmuan semakin meningkat. Sehingga kemungkinan besar terjadinya disorientasi pemaknaan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena kurang pahamnya pemaknaan yang sejatinya bahwa Pancasila sebagai jati diri bangsa. Baru-baru ini terjadi tindakan terorisme di wilayah Indonesia, yaitu di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021. Tindakan tersebut telah mencerminkan bahwa pelaku tidak setia kepada Pancasila. Aksi teror ini merupakan aksi kriminal yang mencederai toleransi. Padahal negara Indonesia tercipta dengan berbagai keragaman (pluralisme). Pada hakikatnya sikap saling tenggang rasa terhadap perbedaan melekat pada diri pribadi bangsa. Sikap ini menjadi pilihan bagi masyarakat untuk hidup berbangsa dan bernegara.

Maka, di era disrupsi penting untuk selalu meneguhkan nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila. Sejak zaman mengenyam bangku sekolah dasar kita telah banyak belajar tentang implementasi nilai-nilai Pancasila. Termuat juga dalam pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) hingga bangku perkuliahan. Orang akademisi sudah selesai dalam pengimplementasian nilai-nilai Pancasila. Kesadaran ber-Pancasila tidak hanya dirasakan oleh orang yang berpendidikan saja. Namun, orang berpendidikan yang sudah paham betul bagaimana mengaplikasikan Pancasila juga dapat berbagi pengalaman serta wawasan kepada masyarakat awam. Di sinilah semua pihak terlibat untuk selalu berpegang teguh pada Pancasila dalam kehidupan bernegara.

Dari ancaman disintegrasi negara, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik wajib untuk ikut serta dalam upaya bela negara. Dasarnya tertulis pada Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat 1 dalam UUD 1945, menyatakan bahwa membela negara merupakan kewajiban bagi seluruh warga negara. Dengan munculnya aksi terorisme tersebut, setiap warga negara berhak ikut serta mengurangi, mencegah, dan mengamankan bangsa Indonesia. Sikap peduli sesama warga negara mencerminkan bentuk implementasi dari nilai-nilai Pancasila. Tidak hanya TNI dan Polri, kita sebagai warga yang bertangan kosong juga punya kekuatan untuk mencegah ancaman disintegrasi. Dengan tetap berpegang teguh terhadap Pancasila sudah menunjukkan upaya bela negara.

Berbicara soal berpegang teguh pada Pancasila, kita sadar bahwa negara ini banyak perbedaan. Di Indonesia, agama tidak hanya Islam. Semua berhak untuk beragama sesuai kepercayaan masing-masing. Apabila ingin berdakwah tidak dengan cara membunuh sesama manusia melalui bom. Masih banyak cara untuk berdakwah dengan damai tanpa merusak rasa persatuan. Setiap warga negara yang berbeda dengan kita, tidak semata-mata dipandang sebagai musuh atau lawan. Sikap saling menghormati dan menyayangi antar umat beragama perlu ditanamkan dari diri pribadi sebagai warga Indonesia. Dengan sikap toleransi terhadap perbedaan tentunya akan mewujudkan perdamaian. Sungguh Indonesia akan indah dengan perbedaan dengan persatuan. Oleh karenanya, akan lebih tentram lagi jika antar satu agama dengan agama lainnya terus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang mana didalamnya memuat sikap bertoleransi dengan sesama.

Editor: Alda

You may like these posts