Stigmatisasi Budaya Masyarakat Terhadap Perempuan

Stigmatisasi Budaya Masyarakat Terhadap Perempuan


Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan perempuan tercakup dalam peran yang dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah yang timbul akibat peran perempuan.

Pembahasan mengenai perempuan dengan sejuta problematika melahirkan pemikiran beberapa ahli yang menghasilkan teori-teori sosial mengenai sisi perempuan seperti feminisme (gender) dengan beberapa paradigma.

Sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, perempuan menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa ini. Pahlawan yang membela Indonesia. Pada masa kolonialisme dan imperialisme tidak hanya terlahir dari kaum laki-laki saja, peran perempuan sebagai pahlawan pembela tanah air pun tidak dapat dipungkiri lagi kebenarannya. Hal tersebut membuat banyak ahli sosial mengadopsi teori-teori perubahan sosial dari abad ke-18 yang menyatakan bahwa perempuan dapat menjadi aktor pembawa kelangsungan pembangunan bangsa. Tenaga perempuan cakap dan perempuan ideal dibutuhkan secara mutlak di era pembangunan, yaitu perempuan yang dapat menjalankan peranan rangkapnya (peran ganda).

Pembicaraan tentang perempuan dan gender adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya banyak menjadi pusat perbincangan dalam media maupun forum-forum tertentu. Pada dasarnya memang perempuan selalu dikaitkan dengan isu gender. Di era modern seperti sekarang ini pun di mana telah lama hidup dan dikenal sebuah situasi perubahan yang disebut emansipasi wanita. Kedua hal tersebut masih menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. Masih banyak hal-hal dan pertanyaan yang dibawa oleh dua hal tersebut.

Sebagai manusia yang hidup di tengah budaya dan lingkungan sosial, perempuan memiliki kategori dan karakteristik yang dianggap ideal oleh lingkungan budaya di mana ia berada. Pengkarakteristikan perempuan didasarkan pada lingkungan budaya dan hasil belajar masyarakat yang mereka lihat dari lingkungan budayanya. Menjadi perempuan sering dikaitkan dengan kata kodrat di mana seorang perempuan memiliki tugas atau sifat serta sikap yang pantas atau tidak untuk mereka miliki karena menjadi seorang perempuan. Hal ini secara tidak disadari justru telah membatasi potensi dan pengembangan diri kaum perempuan.

Permasalahan tentang perempuan yang hingga kini masih sering diperbincangkan adalah  karena masih melekatnya stigmatisasi budaya bahwa perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi adalah perempuan yang melebihi dari batas kodratnya menurut masyarakat. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa banyak persepsi atau bahkan penghakiman terhadap peran perempuan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini terjadi pada berbagai aspek terutama jika berhubungan dengan keterlibatan perempuan di sektor publik. Seperti yang terjadi pada masyarakat yang menganut faham patriarki. Dalam budaya patriarki anggapan yang berkembang tentang perempuan adalah bahwa mereka merupakan sosok manusia nomor dua setelah laki-laki. Artinya, perempuan tidak bisa sejajar dengan laki-laki dalam aspek-aspek tertentu. Jika bicara tentang peran sosial, kedudukan perempuan untuk masuk dalam dunia sosial atau sektor publik termarjinalkan oleh kaum laki-laki. Sedangkan anggapan yang berkembang dalam masyarakat patriarki adalah bahwa tempat perempuan adalah di sektor domestik atau didalam rumah.

Tugas KOPRI dalam isu perempuan dan gender yaitu bagaimana mengkikis stigmatisasi budaya yang ada dalam masyarakat yang menyebut perempuan dengan istilah pendek langkah kalau dimasyarakat Sunda disebut Pendek Lengkah yang artinya perempuan hanya bisa hidup dilingkungannya saja, tidak bisa berpendidikan tinggi, tidak boleh melebihi kesuksesan laki-laki karena semua itu adalah bentuk melebihi kodrat perempuan. 
Di Perkotaan mungkin hal itu sudah tidak terlalu laku untuk dibahas tapi di Perkampungan atau Desa semua itu masih kental melekat pada pemikiran masyarakat. Bahkan jika ada perempuan yang pergi keluar kota untuk mengenyam pendidikan maka akan menjadi perbincangan masyarakat bahwa perempuan tersebut adalah perempuan yang tidak baik.

Penulis: Sahabat Siti Rohmah (Kader KOPRI Komisariat Syamsul’ulum Cabang Kota Sukabumi)

"Rencana Tindak Lanjut SKK KOPRI PC PMII Kota Bekasi"

You may like these posts