Agama Menjadi Faktor Utama Konflik Israel dengan Palestina, Apa Konsekuensinya?

Agama Menjadi Faktor Utama Konflik Israel dengan Palestina, Apa Konsekuensinya?


Penulis: M. Riyan Ardilla (Kader PMII Rayon FTIK Komisariat IAIN Jember)

Beberapa faktor agama yang berkaitan dengan Islam dan Yudaisme mendikte peran agama sebagai faktor utama dalam konflik, termasuk kesucian situs suci. Selain itu, narasi apokaliptik dari kedua agama juga yang merusak potensi perdamaian abadi antara kedua belah pihak. Zionis religius ekstrem di Israel semakin melihat diri mereka sebagai penjaga dan penentu bagaimana seharusnya Negara Yahudi. Mereka sangat ketat dalam hal konsesi apa pun kepada orang Arab. Di sisi lain, kelompok Islamis di Palestina dan di tempat lain menganjurkan perlunya membebaskan wilayah dan situs "suci" karena alasan agama, dan memberitakan kekerasan dan kebencian terhadap Israel serta orang-orang Yahudi.

Desas-desus berbasis agama yang disebarkan oleh para ekstremis di media sosial tentang agenda keagamaan yang tersembunyi dari pihak lain memperburuk ketegangan ini. Contohnya, termasuk rumor tentang "Rencana Yahudi" untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsa dan membangun kuil ketiga Yahudi di atas sisa-sisanya. Lebih lanjut, rumor bahwa umat Islam menganggap pemusnahan orang Yahudi sebagai inti dari keyakinan mereka.

Konsekuensi Praktis dalam Negosiasi

Dalam sejarah Yahudi dan Alkitab, Yerusalem adalah ibu kota Kerajaan Israel pada masa pemerintahan Raja Daud. Itu juga rumah bagi Temple Mount, dan Tembok Barat. Keduanya situs yang sangat disucikan dalam Yudaisme. Dalam sejarah Islam, kota ini adalah kiblat Muslim pertama (arah yang dihadapi umat Islam selama sholat). Itu juga merupakan tempat di mana Nabi Muhammad Isra' dan Mi'raj (membawa maju dan naik ke surga, juga disebut perjalanan malam) terjadi menurut Al-Qur'an.

Dengan demikian, kesucian Yerusalem bergema di antara banyak Muslim di seluruh dunia, tidak hanya di Palestina. Reaksi di Arab dan dunia Islam terhadap kekerasan baru-baru ini di Gaza dan Tepi Barat setelah keputusan AS untuk merelokasi kedutaan ke Yerusalem menunjukkan bahwa banyak orang memandang masalah ini terutama dari sudut pandang agama. Narasi di platform media sosial dan media secara umum di negara-negara tersebut biasanya memuat rujukan ke agama, bahkan di antara orang-orang yang tampaknya sekuler.

Masalah pemukiman Tepi Barat juga memiliki aspek religius. Ini menyangkut pemulihan fisik tanah Alkitabiah Israel sebelum kembalinya Mesias. Sesuatu yang penting bagi kepercayaan beberapa orang Yahudi ortodoks. Mereka terus menetap di Tepi Barat untuk memenuhi ramalan ini, bentrok dengan warga Palestina setempat.

Di sisi lain, menurut mazhab Islam fundamentalis, pada akhir zaman, seluruh tanah Israel dan Palestina harus berada di bawah kekuasaan Islam. Nubuatan seputar masalah ini berakar kuat dalam beberapa versi hadits (ucapan tradisional Nabi), meski hanya tersirat dalam Al-Qur'an.

Editor: Ihza
Foto: viva.co.id

You may like these posts