Menggali Makna Jargon Salam Pergerakan

Menggali Makna Jargon Salam Pergerakan


Penulis: Sahabat Ahmad Zuhdy Alkhariri (Kader Rayon Abdurahman Wahid, Komisariat Raden Mas Said, Cabang Sukoharjo).

Setiap kegiatan PMII  mulai dari kegiatan diskusi, bedah buku, harlah, RTAR, pengajian sampai dengan turun ke jalan untuk kepentingan pasti selalu meneriakkan salam pergerakan. Jargon ini seolah membangkitkan semangat para kader menjadi lebih kuat atas dukungan bersama. Bahkan orang netral pun tahu betul apabila kampusnya dikuasai para kader PMII. Karena itulah, jargon salam pergerakan perlu kita gali lebih dalam makna yang telah dibangun oleh para pejuang , tokoh agama, maupun masyarakat. Jargon yang seakan itu hanya formalitas saja.

Padahal anggapan itu salah kaprah, mengingat para pendiri PMII mempunyai alasan sendiri mengapa jargon ini jarang diperhatikan secara hakikatnya?. Lantas apa yang harus kita lakukan sebagai kader PMII? bagaimana bisa jargon salam pergerakan hanya teriakkan mengetarnya saja?, ataukah jargon salam pergerakan tidak ada maknannya sama sekali?. Mari kita bedah jargon salam pergerakan yang budayannya sudah terlihat luntur.

Pergerakan memiliki makna yang berarti hamba makhluk yang senantiasa bergerakan menuju tujuan idealnya, memberikan kontribusi positif pada alam sekitar (timesindonesia.co.id). Sedangkan salam, berarti cara berkomunikasi seseorang untuk secara sengaja untuk mengkomunikasikan kesadaran kehadiran orang lain  (https://id.wikipedia.org/wiki/Salam). Artinya, keduannya memiliki simbolisasi yang sangat penting bagi dunia pergerakan PMII. Namun sayangnya, masih jarang dibicarakan mengenai jargon salam pergerakan di seluruh Indonesia ataupun dunia, Sehingga makna salam pergerakan kurang diperhatikan. 

Apalagi jargon salam pergerakan terkait tulisan-tulisan kader juga tidak ditemukan. Kebanyakan beberapa tulisan membincangkan pluralisme, moderat, paradigma transformatif, ideologi aswaja, dan seterusnya. Biasannya yang paling menonjol adalah gagasan tentang moderat, Hampir setiap kampus menonjolkan gagasan tentang moderat. Dengan melihat kekuasaan yang ada, moderat menjadi salah satu tujuan terbesarnya. Ironisnya, para kader PMII melupakan arti filosofi-filosofi mengenai jargon salam pergerakan. 

Jelas eksistensinya semakin kuat tentang kekuasan dalam zamannya. Disinilah kesalahan kita sebagai para kader untuk melihat sisi aspek kultur PMII pada organisasinya, bukan kampusnya. Khususnya mementingkan ideologinya yang bernama ahli Sunnah waljama’ah atau biasa disingkat aswaja. Mungkin kebanyakkan kader melihat perkembangan zaman yang selalu diprioritaskan, Pertanyaan mendasar adalah apakah makna salam pergerakan masuk mulut kosong dihati? Justru suatu hal ini perlu dimaknai dengan hati yang ikhlas.

Mahbub Djunaidi pun pernah mengatakan “itu sebabnya kebanyakan orang lain membaca sambal jongkok, semata-mata karena asyik dan kenes, mempermainkan Bahasa seakan Bahasa itu miliki om dan tantenya sendiri “. Kata-kata itu seperti kita melihat bentuk roti yang menjijikkan, tanpa merasakan kelezatan roti itu. Hal ini yang seharusnya berkaca dari kita sendiri. Buat apa kita ikut PMII tanpa melihat sisi hikmahya, Padahal ada makna yang menjadi pekerjaan rumah seluruh kader PMII.

Sah-sah saja kita belajar keilmuwan PMII sesuai kultur Rayon, Komisariat, Cabang, PKC, dan PB PMII. Boleh kita pelajari tetapi harus tahu sisi beluknya terdahulu, Jika setiap rayon memiliki jargon dan diakhiri salam pergerakan, kita harus alasan untuk rayon yang membikin jargon. Apakah simbol mulut saja ? pasti para tokoh sesepuh PMII mengetahui makna salam pergerakan, masalahnya adalah kita tidak pernah menanyakkan hal itu. “Yang banyak diperbincangkan kader ditempatmu orangnya gimana ya bat?”. Itu juga penting, tapi ada yang lebih penting mengenai pertanyaan itu. Makna simbolisme yang harus ditanamkan dalam hati yang bersih bukan berarti tidak boleh, melainkan tidak dipahami dengan nafsunya sendiri.

Mari kita belajar kepada Mahbub Djunaidi yang ucapannya mengambarkan kehidupan yang bermakna. Sebab jika tidak bisa, kita akan terlarut pada wacana-wacana belaka. Setiap simbolisasi entah itu jargon, lagu Mars PMII, pemikiran-pemikiran tokoh PMII, yang semua itu ada maknanya, kita jangan sampai dipintarnya saja, tetapi harus sampai kedalam hati.

Jangan mudah terpengaruh kepada siapapun khususnya kader PMII yang menginginkan kadernya bergerak dalam lingkupan kekuasaan, kepekaan, dan kegigihan semata. Melainkan kita bergerak sesuai falsafah kultur PMII yang telah lama hilang. Kita boleh menjadi orang cerdas, ingat orang cerdas bukan berarti selalu satu frekuensi asalkan bisa saling memaklumi satu sama lain. Mari kita bangun jargon salam pergerakan dengan hati yang tulus. Salam pergerakan!
 
Editor: Irma

You may like these posts