Belajar dari Mahbub Djuanidi

Belajar dari Mahbub Djuanidi


Penulis: Sahabat Ahmad Zuhdy Alkhariri (Rayon Abdurahman Wahid, Komisariat Raden Mas Said Cabang Sukoharjo)

Berbicara mengenai PMII, sangatlah familiar dalam benak seluruh mahasiswa Islam Indonesia. Mulai dari sejarah, karakteristik, hingga pengaruh terbesarnya membawa dampak begitu besar bagi sejarah organisasi mahasiswa. Pembinaan kadernya pun tak kalah jauh dari organisasi lain seperti KAMMI, GMNI, HMI, dan yang lainnya. Mulai dari dari para pemimpin pendahulunya hingga sekarang yang notabene diisi kyai saja bisa mewariskan perjuangannya menuju mahasiswa, yang akhirnya memunculkan gerak arus keilmuan dalam membentuk suatu peradaban yang tak pernah dibayangkan oleh seorang mahasiswa.

Apalagi dibangun selama bertahun-tahun demi kokohnya PMII diatas kancah internasional yang salah satunya membentuk jaringan telah dibuktikan Gus Romzi pada masa kepemimpinan Agus Herlambang. Hal itulah yang telah dipelajari sosok Mahbub dalam menyikapi perbedaan karakter di antara para kader PMII. Mahbub punya cara tersendiri dalam membina kadernya agar mahasiswa kritis terhadap pemerintah. Namun, mengapa Mahbub yang harus diperhatikan? Bukankah PMII sudah punya sosok lain selain Mahbub? Dan apakah Mahbub berpengaruh dalam sejarah keilmuan PMII? Lantas apa yang istimewa dari seorang Mahbub Djunaidi? Beberapa pertanyaan telah menjawab tantangan sosok Mahbub di mata mahasiswa. 

Mengenal Mahbub
Mahbub kecil lahir di Jakarta pada tahun 1933. Ia adalah anak pertama dari 13 bersaudara kandungnya. Ayahnya seorang tokoh NU yang pernah menjadi anggota DPR pada masa pemilu 1955. Namun, keluarganya juga diiringi peristiwa penjajahan yang terpaksa mengungsi di Solo. Di sinilah Mahbub mengenyam pendidikannya di Madrasah Mambaul ‘Ulum. Madrasah ini telah membawa pemikiran cinta terhadap buku dalam tulisan-tulisan karya Mark Twain, Karl May, Sutan Alisjabahna, dan lain-lain (https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com). 

Ia lihai mengisahkan hebatnya Kepala Suku Indian Winnetou karya Karl May, cerita pendek kocaknya Anton Chekov, kesaktian Si Buta dari Gua Hantu, dan lain sebagainya. Jika mendapat honor menulis, Mahbub juga akan mengajak anaknya berbelanja buku di Pasar Palasari(https://www.terakota.id/mahbub-djunaidi-sastrawan-pendiri-pmii).

Oleh sebab itu, Mahbub dikenal cerdas oleh kalangan teman-temannya dalam mengulik berbagai buku yang telah dilahapnya. 
Lalu Mahbub melanjutkan masa pendidikannya di SMA Budi Utomo. Sejak itulah Mahbub kecil mulai menggemari dunia tulisan.

Tulisan-tulisannya banyak yang memiliki genre cerpen dan essay. Beberapa tulisanya dimuat di Majalah Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah Roman, dan Star Wekly. Dampaknya berjalan ketika Mahbub mengenyam pendidikan yang lebih tinggi yakni perguruan tinggi.

Bahkan, sejak 23 November 1986 sampai 8 Oktober 1995, tiap minggu ia rutin menulis untuk rubrik Asal Usul di Koran Harian Kompas. Rubrik ini mensyaratkan tulisan yang amat ketat.

Tulisan-tulisannya di rubrik ini disinggung dan dipaparkan secara ringan dan lebih menekankan pada sisi humornya. Rintangan tulisan yang penuh syarat ini mampu dipenuhi Mahbub. Selama 9 tahun menulis di rubrik ini, ia telah menulis 236 buah tulisan. Kenapa Mahbub bisa memenuhi syarat tulisan yang relatif sulit ini? Karena dalam dirinya sudah ada tiga ciri menonjol: politikus, wartawan, dan humoris (nu.or.id).

Arus Pemikiran Mahbub tentang PMII
Selain sebagai aktivis maupun organisator, Mahbub juga sangat mempengaruhi gerak arus keilmuan melalui gagasannya yang mengajarkan keluasaan dalam berfikir. Bahkan Mahbub terkenal berani memainkan kata-kata seperti ane, ente, gue, elu  (https://tirto.id/cK1d). Bahasanya sangat halus layaknya anak muda pada umumnya. Sepertinya hal sepele dan terlihat kasar. Namun, kata bisa mengubah hati seseorang untuk saling berhumor guna meruntuhkan kejelekaan antar sesama.

Di samping itu, Mahbub memiliki jangka berfikir yang dalam untuk menegaskan bahwa kader PMII punya rasa nasionalis guna mengambungkan perbedaan manusia. Nilai-nilai ini juga harus dibendung melalui kesehariaan yang dialami mahasiswa. Kebiasaan yang tidak bisa dibudayakan oleh kader pmii adalah membawa buku pada saat pergi. Karena dengan buku, budaya keilmuan PMII akan bertambah luas. Itulah mengapa kader PMII lemah dengan buku dan ditaklukkan olehnya. Masih banyak arus pemikiran Mahbub untuk PMII. Semoga kita bisa mengamalkan ajaran serta pemikiran Mahbub di kemudian hari. Aamiin.

Editor: Riyan
Foto: forrma-surabaya.com

You may like these posts