Komersialisasi Vaksinasi: Sebuah Kajian Perspektif Administrasi Publik

Komersialisasi Vaksinasi: Sebuah Kajian Perspektif Administrasi Publik


Penulis: Sahabat Alan Fauzi (Ketua Lembaga Riset dan Advokasi PMII Universitas Galuh)

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dituliskan bahwa yang dimaksud dengan: Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi adalah pemberian Vaksin yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajang dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan. Dalam Peraturan tersebut Pemerintah membagi dua model dalam proses vaksinasi, yaitu vaksinasi program dan vaksinasi gotong royong. Vaksinasi Program adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada masyarakat yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada pemerintah. Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung sendiri. Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021, yang bisa mendapatkan vaksin gotong royong adalah: Karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga dari suatu badan hukum/badan usaha merupakan sasaran penerima vaksinasi gotong royong. Individu lain terkait dalam keluarga merupakan individu yang tinggal bersama atau bekerja dengan keluarga yang bersangkutan. Masyarakat disekitar lokasi kegiatan badan hukum / badan usaha sebagai bagian dari tanggung jawab sosial sebagai sasaran penerima vaksinasi gotong royong. Melalui program vaksinasi, pemerintah menyediakan alternatif kepada masyarakat untuk memilih pelayanan vaksinasi program yang notabenenya gratis, atau memilih untuk vaksinasi gotong royong dengan biaya ditanggung sendiri sesuai peraturan yang telah ditetapkan.

Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelayanan Vaksinasi dalam Penanggulangan COVID-19, pelayanan vaksinasi dilakukan melalui PT. Bio Farma (Persero)  yang merupakan bagian dari BUMN. Dalam realisasinya, PT. Bio Farma (Persero) mendapat banyak kecaman dan kritik oleh beberapa kalangan. Hal itu bermula dari pelayanan vaksinasi gotong royong yang berbayar dinilai tidak adil dan memberatkan. Vaksinasi gotong royong yang semula akan dimulai pada 12 Juli 2021, akhirnya diputuskan untuk ditunda.

Menyikapi Masalah dalam Kacamata Administrasi Publik

Dalam disiplin ilmu administrasi publik, ada beberapa paradigma yang bisa dipegang, seperti Old Public Administration, New Public Management dan New Public Service. 

Old Public Administration adalah paradigma yang muncul di awal ditemukannya ilmu administrasi. Paradigma ini termasuk paradigma administrasi model klasik, cenderung lamban dan kini tidak relevan.

New Public Management merupakan pandangan gaya baru dalam administrasi. Paradigma ini muncul sebagai bentuk kritik dari paradigma lama yang klasik dan neoklasik. Konsep ini mulai menggeluti sektor bisnis, atau menerapkan pelayanan pemerintah dengan gaya pelayanan swasta. Inti dari paradigma ini adalah bagaimana memajukan kinerja pemerintah dan juga pelayanan pemerintah agar menghasilkan sesatu yang bisa menguntungkan negara. 

New Public Service merupakan paradigma yang menentang konsep-konsep administrasi sebelumnya. Hal yang mendasar dalam paradigma ini adalah bagaimana pemerintah menekankan segi pelayanan publik yang prima. Konsep ini juga muncul seiring perkembangan demokrasi yang terjadi, lebih menghargai perbedaan, berfokus pada kesamaan hak dan partisipasi masyarakat.

Melihat pelayanan publik khususnya di sektor kesehatan yang kini fundamental, terlihat pemerintah sedang melakukan praktik pelayanan dengan model paradigma New Public Management; tidak melakukan pelayanan secara inklusif, malah melakukan praktik komersialisasi. Hal itu bisa ditinjau dari banyaknya pelayanan kesehatan selama pandemi yang berbayar, mulai dari tes 'ini itu' dengan tarif yang melambung, alokasi dana yang malah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan golongan, baksos COVID-19 yang disikat hingga rencana vaksinasi gotong royong yang komersial.

Hal itu didasari dari realisasi pelayanan yang mengadopsi manajemen pelayanan berbasis bisnis. Padahal, jika pemerintah menerapkan paradigma New Public Sercive yang menekankan kepentingan publik (dalam hal ini masyarakat) merupakan gagasan kepentingan paling urgent yang harus segera dipenuhi. Selain itu, berbayarnya vaksinasi mencerminkan bahwa pemerintah malah melakukan praktik yang tidak relevan di masa-masa krisis seperti saat ini. Masyarakat yang dikekang dengan beberapa peraturan seperti halnya PPKM, kini semakin 'nepak tarang' ketika ada informasi vaksin gotong royong yang berbayar. Hal itu membuat posisi pemerintah semakin dianggap sebagai antagonis, bukan super hero.

Penanganan pandemi COVID-19 merupakan tanggung jawab pemerintah, tapi tetap melalui dukungan semua pihak; termasuk partisipasi dan kepatuhan masyarakat di dalamnya. Kolaborasi semua pihak sangat penting dalam menggenjot angka penularan COVID-19, tapi jika kolaborasi dalam hal anggaran (dalam hal ini adalah akses pelayanan vaksin gotong royong yang berbayar) tunggu dulu. Jangankan mengakses pelayanan vaksin yang berbayar, memikirkan besok makan pun rakyat kesulitan. Hal itu membuat masyarakat semakin enggan untuk melakukan vaksinasi, sebelum tadinya pun banyak yang enggan melakukan vaksinasi meskipun gratis karena public trust minim. Jadi, pemberlakukan kebijakan vaksin gotong royong dirasa kurang tepat jika diterapkan di Indonesia. Lain halnya jika diterapkan di Korea Selatan atau Jepang yang tidak memikirkan masalah penganggaran kesehatan, tapi lebih mengedepankan kualitas pelayanan. Hal demikian menjadi bukti bahwa pemerintah hari ini sedang mencerminkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang inklusif, cepat dan terjangkau.

Pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Target market (?), Hadirnya paradigma New Public Service sebagai antitesis paradigma New Public Management menegaskan "hubungan pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakat adalah menjadikan masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan. Apalagi setiap warga negara memiliki hak secara konstitusional."

Editor: Riyan

You may like these posts