Relasi Pemuka Agama Dalam Penanganan Pandemi

Relasi Pemuka Agama Dalam Penanganan Pandemi


Penulis: Sahabat Muhammad Iqbal Ghozali (Ketua Komisariat STIT Pasuruan)

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman suku, agama, ras, dan budaya yang tersebar dan selalu berkembang dari Sabang hingga Merauke. Keberagaman inilah yang menjadi keunikan tersendiri bagi bangsa ini sekaligus sebagai pembeda dari bangsa lain. Meski begitu, ragamnya perbedaan tak sepatutnya menjadi pemicu dalam sebuah perpecahan. Hal ini tak lain karena manifestasi dari semboyan negara kita yakni Bhineka Tunggal Ika yang sering dimaknai dengan “Berbeda-beda, tapi tetap satu jua”. Artinya berbagai perbedaan yang mencuat haruslah diikat dengan semangat persatuan. Terlebih pada saat situasi pandemi COVID-19 yang tidak kunjung usai ini. Sedikit perbedaan saja jika tidak didasari dengan persatuan, maka konflik akan sering terjadi silih berganti.

Mengutip apa yang disampaikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, KH. Ma’ruf Amin dalam pidatonya saat perayaan Imlek bulan Februari lalu, “beliau mengharapkan seluruh organisasi kemasyarakatan (Ormas), terutama yang berbasis agama agar turut berperan dan berkontribusi dalam upaya menjaga kerukunan antar umat beragama. Membangun kesatuan dan keutuhan Nasional, karena kerukunan adalah faktor utama dalam menjaga keutuhan bangsa". Sebagaimana yang kita ketahui, pandemi COVID-19 telah berdampak pada semua aspek kehidupan. Salah satu yang terkena imbasnya secara besar-besaran yaitu pada segi sosial-ekonomi. Ini terjadi karena adanya pembatasan mobilitas masyarakat sehingga kegiatan ekonomi menjadi ikut terkendala. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan PPKM dalam rangka pencegahan penularan COVID-19 dari pemerintah yang semakin memukul keras kondisi di tengah pandemi ini. Jika diamati lebih jauh, apa yang telah disampaikan Wakil Presiden tadi mengindikasikan bahwa adanya peran besar pemuka agama dalam upaya membantu pemerintah  mengatasi dampak pandemi. Mengapa demikian? Karena peran pemuka agama disini sebagai leading sektor kerohanian dengan ribuan bahkan jutaan penganutnya.

Muhammad Ridwan Lubis dalam buku Agama dan Perdamaian mengatakan bahwa salah satu fungsi agama di masyarakat yaitu menawarkan suatu hubungan transendental melalui ritual pemujaan dan ibadah. Dari situ, dapat memberikan dasar emosional seperti rasa aman yang baru dan identitas yang lebih kuat di tengah ketidakpastian dan ketidakberdayaan manusia berhadapan dengan perubahan sejarah. Sudah lebih dari setahun berhadapan dengan pandemi, membuat masyarakat cenderung apatis dan enggan mendengarkan bahkan mematuhi aturan pemerintah terkait penanganan pandemi. Ketidakpuasan dan rasa muak yang semakin membuncah menjadi salah satu alasannya. Masyarakat sudah bosan dengan adanya PPKM, penyekatan wilayah, penutupan jalan dan berbagai aturan lain yang dinilai sangat merugikan kehidupan mereka terutama dalam segi ekonomi. Karena bagaimana pun kondisinya, mereka harus tetap berdiri tegak agar dapat bertahan hidup di tengah goncengan yang semakin tidak terkendali. Jika sudah begini maka peran agama lah yang lebih dibutuhkan, terutama para pemuka agama.

Peran agama dalam masyarakat bak sepasang mata uang yang tak akan pernah terpisahkan. Bahkan hubungan keduanya telah terjalin lama sebelum negara ini terbentuk. Dalam upaya penanganan pandemi, para pemuka agama harus mengambil peran sentral guna meminimalisir kondisi chaos dalam masyarakat. Agama melalui para pemukanya harus bisa memberikan ketenangan batin bagi masing-masing pemeluknya yang telah kecewa dan menyerah dalam menghadapi hidup ini. Dengan ketenangan batin inilah, diharapkan dapat mengurangi konflik dan ketegangan yang terjadi. 

Editor: Yakin

You may like these posts