Ibu Sebagai Muara Sudut Pandang Perempuan

Ibu Sebagai Muara Sudut Pandang Perempuan


Penulis: Sahabat Antang Nur (Sekretaris Umum PC PMII Kota Baubau)

Pekerjaan yang hampir saya tolak ini ternyata memang harus saya terima karena ada mandat besar dibaliknya. Ada serangkaian fakta penelitian yang harus saya terjemahkan menjadi sandiwara radio yang akan diputar diberbagai radio, penelitian itu berisi tentang Sudut Pandang Perempuan.

Sejumlah penelitian sepertinya cuma hendak menggambarkan kepada saya betapa hampir semua sudut pandang di negeri ini meluluh hasil kacamata laki-laki. Yah, hampir semualah.

Mulai dari keputusan politik, ekonomi sampai pelaksanaan pembangunan. Jika diteruskan sudut pandang ini akan merambah ke sudut pandang tingkat berikutnya dan akhirnya merambah ke rumah-rumah kita sebagai keluarga.

Jika sebuah kota dibangun, konsep tata kotanya hampir mudah dibayangkan itu pasti kota dalam sudut pandang laki-laki, begitu pula dengan taman-taman kota yang sebagian besar berwajah maskulin. Sementara sebagian lagi malah keliru sama sekali. Jika sebuah pasar dibangun, ya pasti hasil imajinasi laki-laki lagi walau para pekerja yang ada di dalam sebagian besar adalah perempuan.

Lalu, apakah sari pati sudut pandang perempuan itu?

Menurut saya adalah ketika kedudukannya sebagai seorang IBU. Hampir seluruh gerakan pulang dari seseorang yang sedang rindu, selalu berpusat pulang kepada ibu, suami pulang ke istri, anak pulang ke ibu dan cucu pulang ke nenek. Sangat jarang cucu menyebut prioritas rasa kangen pertamanya kepada kakek. Jadi, ibu adalah tempat seluruh nilai menemukan muara. Lalu apa jadinya jika sebuah aliran tanpa pernah ketemu muara?

Maka jelas sudah, kegagalan merawat sudut pandang perempuan itu sebetulnya setara dengan penistaan pada nilai-nilai seorang ibu. Ketika tata nilai sudah kehilangan watak keibuannya, ia serupa dengan suami dan anak-anak yang memiliki uang tetapi ditinggal istri sebagai TKI. Itu pasti bukan hidup yang hidup.

Editor : Ihza

You may like these posts