Muara 2

Muara 2


Penulis: Sahabat Nur Agustiningwati (Kader PK Persiapan ITSNU Pasuruan)

Ini adalah sebuah kisah si kader amatiran. Kisah yang terlanjur berlanjut hingga detik nafas yang masih dapat dihembuskan ini. Kisah yang tidak akan pernah dibayangkan sebelumnya.

Masihkah ingat aku? Ini aku Alfizah. Perempuan dengan rasa penasarannya akan selembar puisi yang terlalu fulgar untuk dicerna mahasiswa baru sepertiku. Eitss tunggu!! Aku berganti gelar. Aku bukan lagi mahasiswa baru. Tidak terasa dua tahun aku mengenyam bangku perkuliahan, tentunya dengan bilik organisasi di dalamnya. Organisasi yang katanya sesat. Iyaa sesat ke jalan yang benar. Hahaha..

PMII (PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA)

Tidak tau mengapa aku bisa jatuh hati dengan organisasi ini. Dan kalian tau? Aku sudah dinobatkan sebagai pengurus. Semoga aku juga tidak menjadi pengurus amatiran. Semoga aku dapat melanjutkan perjuangan bung - bung yang telah mendidik dan mengkader aku sejauh ini.

Aku adalah Alfizah. Makhluk ciptaan Tuhan yang ditakdirkan menyukai bidang tulis menulis. Namun, setelah akhir periode aku menjadi anggota. Saat itu, inspirasi jarang sekali menjenguk alam pikiranku. Sesekali, aku mencoba merenung. Namun, tetap saja inspirasi itu tidak kunjung bersua bersamaku. Hingga, pada suatu waktu aku memimpikan sosok yang pernah menemani hari-hariku. Iyaa, beliau sosok inspiratif. Selain mempunyai Bung Hatta. Aku juga memiliki sosok inspiratif di ruang kuliah dan organisasi. Sebut saja namanya Bung Haidar. Tidak perlu aku kenalkan lagi, ia sudah ku ceritakan pada coretan kisahku sebelumnya. Seorang pahlawan yang tak pernah ku sadari. Satu sosok yang mengajarkan makna perjuangan dan pengorbanan. Terlalu banyak kisah yang ditorehkan beliau pada setiap lembaran kosong yang masih takut ku nodahi. Ia mengajarkan kepadaku "bahwa ini luka dik", "ini pengorbanan dik", "ini ikhlas yang harus kau tempuh". 
Alasanku menulis kisah tentangnya, karena aku tidak ingin ia lenyap dilahap masa. Walau nantinya apabila kita tidak bisa saling sapa, semoga coretan ini tetap menemaninya.

Mengapa di semesta ini terdapat pepatah yang berbunyi, "kita bisa merasakan, ketika kita telah kehilangan."

Ternyata benar, aku pun ikut merasakannya. Hari di mana tanpa aku sadari akan sulit untuk menemuinya. Kau tau hari apa itu? Iya, di hari berduka, di mana hari masa jabatannya sudah usai. Meskipun saat itu adalah hari berduka, ada angin yang tidak kasat mata menghembuskan rasa syukur dalam jiwaku ini. Rasa syukur sebab Tuhan telah menuliskan takdir untukku dapat mengenalinya. Seseorang yang menguatkan aku untuk terus melangkah di setiap proses-proses yang ku papah. Sosok yang menjadi ladang bertumpu keluh kesah, pendengar yang setia, dan jiwa psikolog yang diwasiatkan Tuhan kepadanya. Untuk mendeskripsikan karakteristik yang bersemayam di dalam dirinya, tidak akan cukup untuk diceritakan di lembaran ini. Maaf, jika aku Si Alfizah terlalu hiperbola dalam mengurai kisah bersamanya. 
"Kakak tau, aku tidak percaya diri bisa duduk melingkar di forum bersama orang-orang yang sepertinya istiqomah membaca." Kataku berbisik, setelah usainya forum PKD (Pelatihan Kader Dasar). Istilah untuk kaderisasi formal PMII di jenjang tingkatan kedua. Ia menatapku dengan tatapan begitu tulus.

Sembari manggut-manggut mendengar keluhku, ia berkata "buat apa tidak percaya diri? Tidak percaya diri itu tidak baik".

"Aku seperti ruang yang hampa kak". Ucapku menjawab tuturnya.

"Alfizah, semua yang ada di semesta ini pasti ada fase yang memang harus ditempuh. Jangan berkecil hati dik! Kamu sudah hebat kok." Ucapnya lagi dengan senyuman tulus diraut wajahnya.

Dia sering juga mengajakku bertemu di tempat perkumpulan sahabat-sahabat PMII untuk sekedar mengajariku tentang banyak hal yang belum aku ketahui. Tentang organisasi ini, tentang makna militan, tentang kecondongan hati, dan tentang banyak hal yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu.

"Dik, jangan lupa nanti ke basecamp bawa buku ya, aku beri tahu dari inti logika." Ucapnya di sela-sela obrolan grub WhatsApp.

"Iya, kak". Jawabku singkat melalui ketikan . 
___________________________________

TESIS, ANTITESIS, SINTESIS 
Ucapnya mengawali pembelajaran di senja menjelang maghrib ini.

Oh iya, aku hampir lupa. Ia seorang pembaca, loh. Sudah banyak buku yang dilahapnya. Dia juga seorang pendidik, walaupun tidak terikat dengan lembaga resmi. Sering kali di setiap sela-sela gurauannya dengan kader-kader, ia menyelinapkan kalimat yang berbau pengetahuan dan nasehat.

"Aku ingin ilmu yang aku dapatkan, aku ajarkan kepada yang lain. Walaupun itu hanya ketikan caption dalam status. Kira-kira itu yang ku ingat dari ucapannya kala itu. 
Pembelajaran tentang inti logika ini berakhir dengan contoh kalimat pada sintesis bahwa shakespeare akan mati. 
____________________________________

Di malam menjelang subuh, kami para kader mu'taqid yang akan bermetamorfosis menjadi kader mujahid dikukuhkan kembali di depan api. Bara itu ditopang banyak irisan kayu yang nantinya akan rapuh menjadi abu. Ada hal yang menurutku menjadi haru kali ini. Dari kejauhan dihalangi asap-asap yang memeluk udara, aku melihat pria berdiri tegak di belakang bundaran kader yang akan dikukuhkan. Terlihat dari raut wajahnya yang agak remang kala itu, terlihat ada raut yang mengharukan, antara bahagia, bangga, dan sedih rupanya bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak mengharukan, pria itu berhasil mengantarkan kader-kadernya menuju gerbang PKD dan memasuki gerbang yang tak bisa sembarangan orang dapat memasukinya. Hanya orang-orang yang mempunyai semangat tinggi yang dapat melewatinya. Aku bangga memiliki mentor yang begitu mengayomi. Coba kalian cari dan temukan, di komisariat mana yang memiliki sosok seperti yang satu ini? Jelas tentu tidak ada, hanya di sini sosok itu dapat ditemukan. Hatinya lembut, tapi bukan lemah karena ia mudah sekali meneteskan air mata. Sering sekali ku pergoki ia meneteskan air mata, pada saat MAPABA-ku, waktu pengukuhannya PKD-ku, dan di hari masa jabatannya berakhir.

Aku juga ingin mengucapakan dua kata yang belum sempat aku ucapkan kepadanya, yaitu kata maaf dan terimakasih. Maaf atas segala tingkah dan tutur kataku yang mungkin pernah menyakitinya. Dan Terimakasih, atas segala kasih sayang yang dituangkan kepadaku dan sahabat-sahabat selama ini. 
____________________________

Editor : Ihza

You may like these posts