Refleksi Hari Pahlawan, Hari Guru Nasional & Harlah KOPRI PMII: Eskalasi Peran Perempuan Hadapi Era Disrupsi

Refleksi Hari Pahlawan, Hari Guru Nasional & Harlah KOPRI PMII: Eskalasi Peran Perempuan Hadapi Era Disrupsi


Penulis: Sahabat Anila Imroatul Ma'rifati Sulcha (Sekretaris PMII Rayon Averouce Komisariat Tarbiyah Cabang Surabaya Selatan)

Bulan November adalah bulan kejayaan untuk bangsa Indonesia, sebab di dalamnya termaktub hari-hari penting. 3 diantaranya adalah Hari Pahlawan pada tanggal 10 November serta hari Guru Nasional & Hari Lahir KOPRI PMII tertera di tanggal 25 November. Hari Pahlawan, dimana disini menceritakan bagaimana perjuangan para pahlawan merebut sekaligus mempertahankan Nusantara untuk merdeka, berdaulat dan berkembang. Hari Guru Nasional menceritakan betapa besarnya jasa yang diberikan oleh guru kepada kita dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dilatarbelakangi oleh lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang dulu bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912. Sedangkan Hari Lahir KOPRI (Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri) sendiri dilatarbelakangi karena adanya keinginan para kader PMII Putri untuk menghapuskan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan. Begitulah kiranya cuplikan sebab-akibat urgensinya 3 peristiwa ini diperingati.

Secara etimologi eskalasi adalah perkembangan, secara terminologi adalah kenaikan yang disertai pertambahan seperti volume, jumlah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam sosiologi, eskalasi berarti peningkatan yang diambil untuk mendapatkan timbal balik dalam keadaan sosial. Secara singkat eskalasi adalah berkembangnya sesuatu menjadi lebih baik. Berbicara tentang kaum perempuan hal ini berkaitan erat dengan bagaimana kita sebagai manusia harus memahami perempuan sebagai manusia yang berkarakter unik. Tidak hanya kaum Adam yang diwajibkan untuk melaksanakannya, namun sesama perempuan pun wajib juga saling memahami. Jika berbicara perempuan di zaman jahiliyah, kaum Hawa merupakan sosok yang sangat disepelekan. Bagaimana tidak, tindasan terhadap kaum perempuan pada saat itu sangat luar biasa, dari mulai di jadikan seorang budak hingga di bunuh. Tidak hanya zaman jahiliyah saja, ketika Indonesia belum merdeka para penjajah pun melakukan perihal yang sangat munafik kepada seorang perempuan. Bahkan hingga saat ini, perempuan digadang-gadang sebagai manusia yang tidak berdaya. Adanya patriarkisme yang berulang kali terjadi, menyebabkan semakin kuatnya menganggap feminisme perlu dipelajari di era modern ini.
 
Perempuan sebagai makhluk istimewa tentunya tidak boleh lagi dipandang sebelah mata. Yang katanya perempuan lemah, jutek, baperan dan seperangkat anggapan tidak baik trlontar untuk perempuan, namun realita menjawab pernyataan-pernyataan primitif tersebut. Mungkin memang benar jika secara fisik perempuan tidaklah sekuat kaum laki-laki. Akan tetapi peran perempuan tidak bisa diremekhkan begitu saja. Peran perempuan dari zaman dahulu, baik sebagai pahlawan Islam, pahlawan nasional, menjadi guru hingga saat ini juga kader PMII perempuan tentunya harus bereskalasi. Eskalasi peran perempuan sebagai pahlawan, guru maupun kader putri PMII tidak boleh turun drastis. Pentingnya pemberdayaan perempuan sangatlah mendukung eskalasi peran perempuan ini. Apalagi berbicara era disrupsi dimana perubahan secara besar-besaran pada kehidupan manusia sangat mempengaruhi arus realita yang tidak bisa dihentikan. Memilih melawan atau mengikuti semua kembali pada keinginan pribadi. Namun, jika keadaan kita stagnant rasanya semakin terjajah oleh era modern ini. Untuk itu, sebagai bentuk eskalasi peran perempuan di era disrupsi dalam merefleksikan hari pahlawan, hari guru nasional dan harlah KOPRI PMII diperlukan berbagai macam perencanaan dan tindakan untuk mewujudkan perempuan Indonesia lebih baik lagi. Pentingnya kita mengenal pahlawan Islami atau pahlawan nasional dari kalangan kaum perempuan tidak bisa diganggu gugat. Mengenal saja tidak cukup, mencoba istilah ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) berlaku untuk diri kita tentang para perempuan ini. Ambil baiknya, buang buruknya begitulah orang bijaksana berbicara. Implementasi lainnya, perempuan sebagai guru adalah mendidik sebaik mungkin untuk perbaikan pondasi bangsa. Rasanya sangat hambar jika mendengar bahwa pendidikan perempuan tidak perlu tinggi, perempuan tidak bisa menjadi seorang pemimpin dan lain sebagainya yang menyebabkan ranah pergerakan perempuan sangat terbatas. Al-ummu Madrasatul Ula, begitulah bunyinya. Disini menggambarkan bahwasannya perempuan sebagai ibu adalah sekolah yang pertama dan utama. Semakin baik pendidikan dari perempuan maka pondasi sebuah negara akan luar biasa baiknya. Tentu saja, kader KOPRI PMII Putri khususnya harus bisa menguasai berbagai lini sektor seperti menjadi pahlawan dan guru adalah bentuk implementasi kader KOPRI di sebuah organisasi. Sudah tidak waktunya lagi diskriminatif terjadi di organisasi PMII khususnya perempuan dikesampingkan.

Era disrupsi mengajak kader KOPRI PMII untuk selalu berinovasi dan berkreasi dalam menjawab tantangan zaman. Harapannya, lewat refleksi hari pahlawan, hari guru nasional dan harlah KOPRI PMII ini menjadikan kepercayaan diri perempuan semakin meningkat serta luasnya dukungan feminisme oleh berbagai pihak. Meminimalisir segala sesuatu yang berhubungan dengan patriakisme dan anggapan bahwa perempuan selalu remeh.

Editor: Yakin

You may like these posts