Mengapa Perempuan Menjadi Objek Kekerasan?

Mengapa Perempuan Menjadi Objek Kekerasan?


Penulis: Sahabat Wa Ode Asriyanti (KOPRI PC PMII Buton)

Bahkan sampai saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan lebih meningkat. kita bisa mereview kasus-kasus yang dialami perempuan dalam setahun ini. Kasus dalam setiap tahunnya kasus kekerasan terhadap perempuan cukup meningkat. Berbagai persepsi sehingga perempuan menjadi objek yang rentang mendapatkan kekerasan. Namun kita tak harus membenarkan kekerasan terhadap perempuan apapun bentuknya. 

"Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan", namun pada realitasnya belum begitu cukup untuk melindungi perempuan agar bebas dari setiap kekerasan. Ada apa ?.

Jika persepsi perempuan bahwa perempuan yang cenderung "Lemah", selemah apa kita?. Bahkan jika mereview fungsi dan peran perempuan, bukankah perempuan yang akan menjaga rumah cinta dalam keluarga, yang dimana untuk merealisasikan fungsi dan perannya tentu membutuhkan kekuatan dalam diri perempuan. Lantas apakah masih pantas perempuan menjadi objek dalam kekerasan Jika kita sudah mengetahui fungsi dan peran perempuan.

Pada saat ini, kasus kekerasan terhadap perempuan harus kita perhatikan. Peran orang tua sangat penting dalam mendidik anak agar kelak anak tidak menjadi pelaku kekerasan, dari didikan tersebutlah akan menentukan tindakan anak pada lingkungan sekitarnya. Anak memang bukan individu yang pintar dalam mendengar tapi mereka individu yang mengcopy tindakan orang tua.

Kasus NW salah satunya. Kasus NW menunjukkan bahwa ada yang keliru dari cara mayoritas masyarakat dalam mendidik anak. Mengapa ? anak perempuan dari kecil dicekoki dengan keras beragam pandangan tentang menjaga diri sejak kecil. Saking kerasnya, sampai sebagian pandangan melaknat perempuan yang keluar rumah (dengan beragam alasan), perempuan tidak bisa bermobilitas aman bahkan disiang hari bolong, perempuan ekspresif sedikit pakaiannya langsung dituduh perempuan nakal penggoda laki-laki dan lain-lain.

Sementara anak laki-laki, Buru-buru diajarkan dengan keras pentingnya menundukkan pandangan dan menjaga kelamin. Diumbar saja terus pembenaran dengan kalimat yang diucapkan dengan penuh kebanggaan seperti laki-laki emang nakal, kalau tidak nakal bukan laki-laki, cowo banyak pacar itu keren dan lain sebagainya. Ini menjadi salah satu pikiran yang cacat yang dialami oleh laki-laki.

Kalian orang tua, jangan cuma ajarkan anak perempuan melindungi diri, ajarkan juga anak laki-laki untuk tidak melakukan tindak asusila, menjaga kelamin, menurunkan pandangan terhadap perempuan.

Tindak kekerasan yang di alami NW menjadi kasus tambahan dari kesekian kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu saya sempat scroll beranda Ig @Indizone.id ada berita yang menyedot perhatian saya selain kasus yang dialami oleh NW, salah satunya mahasiswi di UNSRI, yang mengalami tindak asusila dari salah satu dosen universitas tersebut, bahkan lebih parahnya mahasiswi tersebut sempat tidak diikutkan untuk yudisium. Sungguh miris. Kampus yang harusnya menjadi tempat menimbah ilmu, kini menjadi tempat predator seksual melancarkan aksinya. Dan bahkan lebih bobroknya korban tidak mendapat perlindungan. Mengapa sih beberapa laki-laki lebih cenderung menyukai menjadi predator seksual ?

Harus hukum seperti apa ? Agar menghadirkan efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan. Sebab yang melahirkan peradaban tidak pantas untuk dilecehkan.

Editor: Ihza

You may like these posts