KOPRI Berdaya KOPRI Berdikari: Pemahaman Hak dan Kewajiban Sebagai Perempuan dan Kepekaan Terhadap Perkembangan Zaman

KOPRI Berdaya KOPRI Berdikari: Pemahaman Hak dan Kewajiban Sebagai Perempuan dan Kepekaan Terhadap Perkembangan Zaman


Penulis: Sahabat Desita Tri Wulandari (Kader Rayon Fakultas Tarbiyah IAIN Madura)

Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri atau disebut dengan KOPRI adalah salah satu badan semi otonom di PMII. KOPRI disini menaungi anggota dan kader PMII putri yang bertujuan agar mereka bisa mendapat hak emansipasi, memiliki ruang untuk berpendapat, berkreatifitas dan lainnya sebagainya, serta paham akan adanya keadilan gender. Di balik visi dan misi KOPRI yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan gender pun juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sehingga dapat mencetak anggota dan kader perempuan yang tangguh, bertanggung jawab dan tahu akan gender.

Dengan adanya nilai kader KOPRI (NKK) sebagai sarana bagi kader KOPRI untuk mengenal dan melihat dirinya sendiri sehingga KOPRI memiliki karakter tersendiri yang sangat kuat. Panca norma KOPRI dicetuskan pada tanggal 16 Februari 1966 yang isinya berkaitan dengan hak dan kewajiban dari seorang anggota dan kader putri sebagai perempuan agar tidak melangkahi kodrat sebagai perempuan.

Di era digitalisasi seperti saat ini, kader dan anggota dituntut harus siap dan harus bisa menyesuaikan diri. KOPRI pun dituntut harus bisa multi peran di  berbagai bidang, baik di ranah domestik maupun publik seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun perempuan mendapatkan haknya akan keadilan gender juga didukung oleh tokoh-tokoh feminis, bukan berarti perempuan boleh melupakan bidang domestik. Jika perempuan bisa di kedua bidang tersebut maka perempuan itu sangat berdikari karena, sejatinya perempuan mampu menghandle double barden atau peran ganda, meskipun itu termasuk ke dalam ketimpangan gender.

Penguasaan leading sektor sangatlah penting bagi KOPRI, karena hal tersebut termasuk ke dalam strategi gerakan yang mampu menerobos pembagian kerja secara gender. Oleh karenanya, di setiap sektor harus menerapkan gender. Karena dengan hal itu tidak akan ada lagi yang namanya diskriminasi dan marginalisasi bagi perempuan. Hal tersebut yang dinamakan pengarusutamaan gender, yaitu strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam sejumlah aspek kehidupan manusia baik di rumah tangga, masyarakat dan Negara melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan laki-laki dan perempuan kedalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang.

Selain itu kopri juga harus paham akan kebijakan publik terutama mengenai perempuan dan apa saja yang dibutuhkan perempuan. Seperti contoh kasus kemarin mengenai RUU PKS dan OBNIBUSLOW yang sangat merugikan perempuan. Dari sini kita harus belajar bagaimana perempuan ikut andil dalam pembuatan kebijakan publik sehingga tidak ada lagi yang namanya diskriminasi. Tidak hanya itu, perempuan harus tahu akan hak dan kewajiban yang harus mereka dapat dan lakukan.
Terkait kebijakan publik, KOPRI harus tahu tentang komunikasi publik. Hal ini berfungsi pada saat timbul suatu keresahan atau ketimpangan mengenai perempuan, KOPRI harus mampu berkomunikasi dan menyuarakan suara perempuan. Misalkan di bidang literasi, KOPRI harus bisa membuat tulisan yang isinya tentang suara dari perempuan. Pada saat ini literasi masih berperan penting, karena dengan menulis KOPRI akan muncul ke permukaan sebagai perempuan pemegang pena. Tidak hanya itu, komunikasi publik juga bisa disuarakan dengan poster, spanduk dll. Saatnya perempuan terjun dalam dunia digitalisasi sehingga disadari atau tidak belajar editing perlu ditanamkan. Karena perempuan yang terjun dalam dunia editor masih terhitung minim sekali, padahal hal ini dapat mendongkrak branding KOPRI selaku kader perempuan.

Branding KOPRI juga butuh selalu dievaluasi dan diinovasi. Hal ini ditujukan agar mereka di luar sana tahu akan eksistensi KOPRI. Kita harus aktif di gerakan sains dan juga teknologi. Dimana nantinya KOPRI mampu menghasilkan produk di bidang sains baik berupa tulisan, karya dan lain sebagainya. Selain itu di gerakan teknologi KOPRI diharapkan mampu berperan aktif di media sosial untuk mem-branding apa saja yang berkaitan dengan KOPRI.

Berbicara KOPRI sebagai wadah semi otonom dari PMII pastinya membutuhkan akan strengthening yaitu sebuah penguatan kelembagaan baik secara kelembagaan KOPRI, administrasi, sumber daya manusia dari jenjang rayon, komisariat, maupun cabang dan bahkan ke jenjang yang lebih tinggi yang perlu diperkuat dan selain itu juga memperkuat di kemitraan, Ada beberapa bahkan banyak sekali gerakan yang berhubungan dengan isu-isu keperempuanan yaitu pada moment women day, hari Kartini, memperingati perjuangan Marsinah dan lainnya. Dari momen tersebut banyak lembaga maupun organisasi yang concerned pada isu keperempuanan berkolaborasi untuk melakukan gerakan dalam memperingati moment tersebut. Selain itu perlu adanya kesadaran KOPRI yaitu dengan cara advokasi untuk melakukan gerakan sosial agar ada perubahan pada  perempuan karena pastinya masih ada beberapa perempuan yang tertinggal dan dikekang oleh budaya patriarki dengan stigma-stigma negatif yang terbangun yang membuat perempuan tidak bisa bergerak. Hal itu perlu adanya kolaborasi dengan kelembagaan lainnya dengan melakukan analisis internal terlebih dahulu untuk melakukan gerakan tersebut.

Selanjutnya kekurangan KOPRI yang paling berpengaruh dan terlihat adalah lemahnya tingkat pengetahuan kader maupun anggota di setiap level kepengurusan contohnya masih saja ada beberapa anggota maupun kader KOPRI yang masih salah paham atau tidak bisa membedakan antara gender dengan jenis kelamin. Pun terkadang juga salah mengartikan feminisme yaitu gerakan untuk menyaingi laki-laki. Selain itu harus banyak mengkaji sesuatu yang berkaitan dengan perempuan.

Hal yang perlu kita lakukan untuk melakukan penguatan-penguatan baik kelembagaan secara individu, kelompok dan kemitraan, dengan menguatkan pengetahuan kita dan mengasah kualitas kita. Karena KOPRI didirikan selain sebagai wadah anggota dan kader putri PMII dengan kuantitas banyak, tetapi juga sebagai instan yang hadir untuk menyelesaikan masalah keperempuanan yang hadir dalam masyarakat. Sebagai organisasi perempuan intelektual harus bisa memetakan masalah isu-isu gender di kampus. KOPRI juga harus bisa mengerti betul kondisi perempuan baik di kampus maupun di masyarakat karena masih saja ada stigma stigma negatif dan kultur patriarki. Fakta di lapangan aktivitas advokasi sahabat kopri hanya sebatas memberikan bantuan sosial kepada masyarakat untuk mengawal kebijakan-kebijakan mengenai perempuan kita masih lemah.

Jadi perlu adanya berkolaborasi atau bermitra dengan organisasi dan kemitraan dengan satu isu yang sama sehingga KOPRI akan menghasilkan suatu gerakan yang massif dan hal tersebut akan berpengaruh juga dalam bargaining position dan menjadikan KOPRI terlihat dengan sendirinya tentunya dalam segi kualitas.

Maka dari itu KOPRI di sini harus peka terhadap permasalahan yang ada memperkuat relasi dengan berkolaborasi atau bermitra dengan organisasi lain dengan isu dan tujuan yang sama. KOPRI juga harus paham mengenai branding media sosial, gerakan sains dan teknologi dan paham akan cara berkomunikasi di bidang publik dan ikut andil dalam kebijakan publik.

Editor: Ihza

You may like these posts