Apalah Arti Kemerdekaan, Jika Tubuhku masih Terkungkung Dalam Kalimat Perbandingan

Apalah Arti Kemerdekaan, Jika Tubuhku masih Terkungkung Dalam Kalimat Perbandingan


Penulis: Nur Agustingwati (Kader PMII ITSNU Pasuruan)

Tulisan ini dipersembahkan untuk pembaca yang mau memanusiakan manusia. Penulis tidak paham, tulisan ini merupakan cara pandang yang salah atau benar. Namun, yang pastinya tulisan ini ingin menyadarkan bagaimana seharusnya kita bisa mencintai manusia dari hal yang kecil, yang sering tidak disadari.

Menjadi perempuan bukanlah perkara mudah untuk bisa bertahan hidup di zaman yang masih serba kontruksi budaya. Si ayu, sebutlah namanya begitu. Dia merasa tertekan dan berdosa menjadi perempuan. Dia berkata "saya bisa hidup menjadi perempuan, apabila saya mentaati kalimat yang berawalan dengan kata seharusnya untuk keberlangsungan hidup saya. Saya merasa bahwa saya tidak boleh menjadi diri saya yang sebenarnya".

Kerap kali orang-orang terdekat saya menjerat saya dalam kebisingan kalimat "ayu, kamu tidak pandai merawat diri. Lihatlah dirimu! Besar seperti gajah lebar seperti badak pula!". "Lihatlah si Dia, tubuhnya langsing karena pandai merawat diri. Siapa coba pujangga yang tidak mau bersamanya?". Haruskah hidup perempuan yang bertubuh gemuk dikelilingi dengan kalimat-kalimat keji itu? Belum lagi ketika dalam ranah perjodohan atau pernikahan. 

Kerap kali tubuh gemuk dilabeli dengan kata-kata tidak laku atau sulit mendapat suami. Apakah perempuan bertubuh gemuk di pandang masyarakat adalah sebuah kesalahan? Bertubuh gemuk atau terlalu kurus pun tidak bisa menjadi bahan candaan atau bahan perbandingan. Segalanya baik sesuai dengan dirinya masing-masing. Ayu tidak mungkin bisa membungkam mulut-mulut mereka, tetapi yang bisa Ayu lakukan adalah memberikan daya upaya agar dirinya sanggup mencapai titik perlawanan di mana itu bisa tersedia. Daya upaya itu adalah diam. Diam adalah salah satu bentuk perlawanan Ayu menghadapi cercaan tak bermoral itu.

Seolah-olah kalimat perbandingan setiap bertemu orang adalah adalah menjadi makanan Ayu setiap hari. Bahkan Ayu melahapnya dengan ketamakan. Menjadi perempuan bukanlah pilihan Ayu, begitupun terperangkap dalam tubuh gemuk atau langsing juga bukanlah masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah pemaknaan budaya kita. Sudah tentunya, sebagai manusia yang sadar akan pola pikir adat istiadat atau budaya kita yang salah untuk bisa dibenahi sedikit demi sedikit. Bukankan budaya bisa diubah? Budaya merupakan berasal dari kata budi dan daya yang artinya adalah hasil karya manusia, begitu kira-kira menurut ilmu antropologi. Masalah yang sudah dianggap sebagai habitat atau kebiasaan harus dimusnahkan, harus dibenahi.

Sembari menepuk pundak ayu, yang rasa-rasanya memiliki dada yang begitu lapang. Penulis berkata : "bagaimanapun itu ayu, tidak ada yang bisa membuka jalan, selain kau sendiri yang dapat membukanya. Indonesia merdeka, kau pun harus merdeka. Enyahkan kalimat tak pantas itu dari pikiran dan hatimu. Kau boleh menjadi dirimu sendiri, ciptaan tuhan tak ada yang menjijikan. Ingat ayu! Gemuk atau kurus pun tidak bisa menjadi tolak ukur kebahagiaan dalam kehidupan . Kau bisa ciptakan arti kebahagiaan dan kemerdekaan untuk dirimu sendiri. Semangat ayu, ku tau kau mampu !".

Editor: Solifa
Foto: wikiHow

You may like these posts