Hak Konstitusional Distabilitas dalam Kepegawaian

Hak Konstitusional Distabilitas dalam Kepegawaian


Penuli: Sahabat Faisyal Ramadhani Murdeny (Komisariat UIN KH Abdurrahman Wahid) 

Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki sejak lahir secara kodrati. Namun hak ini dipositifikasikan oleh Konstitusi sebagai jaminan oleh negara kepada warga negara. Hak asasi manusia meliputi hak-hak dasar seperti hak atas kehidupan, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan secara tidak manusiawi. Pada dasarnya hak asasi manusia di dapat dari Tuhan dan dimiliki secara pribadi oleh manusia bukan diberikan oleh negara. Hanya saja negara menjamin eksistensi daripada hak asasi manusia. Menurut Austin Ranney, Hak asasi manusia adalah sebuah hak yang dimiliki oleh individu manusia yang diatur jaminannya oleh negara dalam konstitusi. Negara Indonesia melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah  memuat materi yang berkenaan dengan hak asasi manusia sehingga warga negara dapat dilindungi haknya.

Warga negara dipandang dijamin oleh negara untuk mendapatkan persamaan di depan hukum dan pemerintahan yang mana negara tidak mendiskriminasikan warga negara berdasarkan dikotomi tertentu. Disabilitas termasuk dalam penjaminan hak asasi manusia oleh negara. Mereka memiliki ruang khusus dan kesempatan yang berbeda untuk mendapatkan akses dasar dan akses lain. Jika mengacu pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor  8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Pembagian penyandang disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas sensorik, disabilitas intelektual, dan disabilitas mental.

Penyandang disabilitas adalah bagian penting dari masyarakat yang memiliki hak yang sama untuk hidup dengan martabat dan kebebasan seperti individu lainnya. Mereka memiliki hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi, dan dipromosikan secara adil dan setara. Dalam konteks hak asasi manusia, penting untuk mengakui bahwa setiap orang memiliki potensi dan kontribusi  yang berharga, tanpa memandang kemampuan fisik atau mental mereka. Mereka tidak boleh diperlakukan secara berbeda atau dikucilkan hanya karena mereka memiliki disabilitas. Hak-hak seperti hak atas kehidupan, kebebasan dari penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, atau merendahkan martabat, harus diterapkan dengan tanpa kecuali terhadap penyandang disabilitas. Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik. Penyandang disabilitas bebas dari perlakuan diskriminatif yang dijamin oleh konstitusi Pada Pasal 28G Ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu.

Penyandang disabilitas diberikan kesempatan sebagaimana umumnya berkaitan dengan kepegawaian atau aparatur sipil negara. Pada Pasal 53 Ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Hal ini  memberikan ruang bagi disabilitas untuk berkarir di pemerintahan menjadi Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Kementrian Pendayagunaan Aparatur sipil negara dan Reformasi Birokrasi yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan manajemen dan rekrutmen kepegawaian membuka bagi siapa saja tanpa diskriminasi untuk berkarir di pemerintahan. Tanggung jawab ini dibuktikan dengan setiap tahun dalam pengadaan CPNS atau PPPK dipastikan membuka rekrutmen untuk penyandang disabilitas.

Perekrutan Aparatur Sipil Negara di Indonesia dilakukan melalui seleksi yang ketat dan terstruktur. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa Aparatur Sipil Negara yang diterima adalah individu yang berkualitas, memiliki kompetensi yang sesuai, serta memiliki integritas yang tinggi. Proses seleksi melibatkan tes tertulis, uji kompetensi, wawancara, dan penilaian lainnya. Selain itu, persyaratan administratif seperti kualifikasi pendidikan, pengalaman kerja, dan sertifikasi juga dijadikan acuan dalam seleksi Aparatur Sipil Negara. istem rekrutmen Aparatur Sipil Negara di Indonesia harus didasarkan pada prinsip transparansi, meritokrasi, dan non- diskriminasi. Setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti seleksi dan memperebutkan posisi Aparatur Sipil Negara. Upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa proses rekrutmen tidak dipengaruhi oleh nepotisme, korupsi, atau praktik yang merugikan integritas dan profesionalisme. Prinsip- prinsip ini penting untuk menjaga kualitas dan kredibilitas Aparatur Sipil Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang efektif. Pasal 10 Ayat (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Birokrasi Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil bahwa Instansi Pemerintah wajib mengalokasikan paling sedikit 2% (dua persen) untuk kebutuhan khusus penyandang disabilitas dari total alokasi kebutuhan PNS yang ditetapkan oleh Menteri. Artinya negara mengharuskan kepada setiap instansi untuk membuka lowongan kepegawaian kepada penyandang disabilitas. Masih dalam peraturan Menteri yang sama, tahapan rekrutmen pun diproporsionalkan dengan rektrutmen pada umumnya.

Meskipun jaminan tersebut sudah terdapat dalam konstitusi, masih saja selalu sulit bagi penyandang disabilitas untuk mengikuti peluang di dunia kerja, karena penyandang disabilitas dipandang tidak produktif secara fisik atau memberatkan bahkan tidak mampu bekerja. Namun mereka juga memiliki semangat dan hak
 
untuk berkembang menjadi orang yang lebih baik dengan pekerjaan yang tidak berbeda dengan orang biasa lainnya. Dalam hal kepegawaian, tak jarang penyanadang disabilitas mempunyai keterbatasan untuk mengakses sarana yang digunakan untuk aparatur sipil negara Selain itu, perlunya adanya  aksesibilitas yang memadai juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara. Infrastruktur dan aksesibilitas fisik yang tidak memadai dapat menjadi hambatan bagi mereka dengan disabilitas untuk mengikuti seleksi dan proses rekrutmen. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua fasilitas dan lingkungan kerja memenuhi standar aksesibilitas yang memadai, seperti ramah disabilitas, fasilitas transportasi yang mudah diakses, dan akses informasi yang inklusif. Dengan cara ini, individu dengan disabilitas dapat berpartisipasi secara penuh dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara tanpa adanya hambatan yang tidak perlu.

Menurut Badan Pusat Statistika pada tahun 2020, jumlah penyandang disabilitas menyentuh angka 22,5 juta jiwa. Angka tersebut menunjukan bahwa penyandang disabilitas cukup banyak yang seharusnya negara menambah persentase alokasi rekrutmen aparatur sipil negara. Masalah diskriminasi terhadap penyandang disabilitas yang distigma negatif karena keterbatasan yang dimiliki. Hal tersebut menurunkan semangat atau motivasi penyandang disabilitas untuk mengikuti rekrutmen Aparatur Sipil Negara. Masalah lainnya yaitu pemerintahan pada sektor tertentu memfungsikan alat yang hanya digunakan pegawai non-disabilitas. Ini menjadi tantangan bagi penyandang disabilitas ketika sudah berstatus aparatur sipil negara. Pada dewasa ini peran negara dalam mendayagunakan penyandang disabilitas sebagai aparatur sipil negara yang dinili cukup baik, namun ada baiknya negara mengambil langkah preventif untuk mengakomodir peningkatan penyandang disabilitas dengan faktor – faktor lain yang akan datang. Langkah preventif tersebut merupakan pemenuhan daripada muatan konstitusi yang berisi hak asasi manusia atau hak konstitusional terutama pada hak penyandang disabilitas. Bisa saja negara melalui peraturan perundang – undangan maupun tindakan konkret. Negara harus komitmen menciptakan tata ruang aparatur sipil negara beserta instansinya yang inklusi dan ramah terhadap penyandang disabilitas. Selain daripada itu, negara harus memberikan jaminan bebas diskriminasi terutama dalam wilayah kerja penyelenggara negara. Perihal aparatur sipil negara, penyandang disabilitas yang sudah menjadi aparatur sipil negara seharusnya mendapatkan intensif dan apresiasi dari negara.

Editor: Solifa

You may like these posts