Penulis: Sahabat Melinda Nasution (PMII Tulungaung)
Setelah satu hari satu malam, usai sudah bermalam dipemukiman
orang dalam acara Makrab dan Follow up PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) Rayon Al-Ghozali Komisariat IAIN Tulungagung. Banyak kegiatan yang
telah berlalu hingga menguras tenaga dan pikiran. Namun dibalik itu semua
tersimpan kesenangan tersendiri dan pastinya kesan yang tak terlupakan. Makrab
dan Follow up merupakan acara tindak lanjut dari Mapaba (Masa Penerimaan
Anggota Baru) atau fase orientasi dan pengenalan awal PMII kepada mahasiswa
dalam rangka rekrutmen mahasiswa untuk menjadi anggota PMII dimana didalamnya
disampaikan materi-materi kemahasiswaan, kebangsaan, keislaman, keaswajaan. Makrab itu sendiri merupakan malam keakraban
sedangkan follow up adalah pengulasan materi dari Mapaba.
Sarah seorang mahasiswa IAIN
Tulungagung prodi PGMI merupakan salah satu peserta yang mengikuti acara
tersebut. “Alhamdulillah sudah sampai kos, bisa istirahat dengan nyenyak.” Kata
Sarah dengan raut wajah kusut.
Senja
nampak merah merona dikala petang akan datang pengganti siang yang terang.
Pertanda seluruh aktivitas manusia harus berhenti, dan menyambut lelap malam
untuk memejamkan mata hingga pagi menjemput. Dalam kesendirian ditengah malam
yang hening hanya bisa berbaring dalam kamar petak sempit. Sebenarnya Sarah tidak
kos sendiri. Satu kamarnya berisi 3 orang. Namun saat itu kedua temannya sedang
pulang ke rumah.
Kring,
kring, kring alarm ponsel seketika berbunyi tepat pukul 03.00 pagi
hari. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu
untuk selalu bermunajat disepertiga malam. Bergegas bangun walau mata masih
ingin tidur. Baginya sudah menjadi kegiatan rutin untuk sholat tahajud. Memaksa
tubuh yang lemah dan ringkih untuk sekejap meninggalkan kenyamanan dari pelukan
kasur.
Gemericik air keran begitu dingin
hingga menusuk relung jiwa. Perlahan mulai membasahi bagian tubuh Sarah untuk
melakukan wudhu. Nampak segar raut wajahnya berseri dalam balutan air suci.
Namun tetap saja menguap yang tak tertahan. “Huuuaaahhhhhhhh, ayo bangun, ayo
sadar.” Sambil menepuk pipi chuby kanan kirinya.
Usai sholat Sarah lanjut mengambil
al quran dan membukanya untuk
melantunkan ayat-ayatnya. Merasa tenang dibawah kekuasaan-Nya. Hingga tanpa
sadar ia malah terlelap tertidur diatas sajadah sembari tangan yang tetap
menggenggam kitab suci. Suara adzan shubuh pun sudah berkumandang menandakan
sudah waktunya untuk sholat shubuh.
“Astaga,
aku ketiduran.” Bangun dengan sedikit kaget. Badan yang terlalu lelah membuat
Sarah sampai ketiduran, padahal tidak biasanya dia seperti itu. Lekas melepas
mukena dan mengambil wudhu lagi.
Sampai fajar tiba. Mentari kembali
menyapa. Riuh hari pun dimulai dengan sejuta warna. Semesta menyuruh kembali
manusia untuk mencari kehidupan lagi.
Seperti
biasa, rutinitas seorang mahasiswa adalah kuliah. “Tumben Rini dan Sasha belum
kembali ke kos, apa mereka nggak ada
jam perkuliahan ya hari ini.” Ucap sarah sambil menata jilbabnya.
Tak lama kemudian, mereka datang.
Suara cempreng yang menjadi ciri khasnya pun sudah terdengar dari kejauhan. Si
centil Rini dan si manja Sasha merupakan sahabat dekat dari Sarah dan kebetulan
juga dulu mereka semua satu sekolahan saat di SMA. Walaupun demikian, kedekatan
mereka baru terjalin saat mulai masuk di bangku perkuliahan.
“Aaaaaaaaaa,
bebebbbb aku sudah kembali.” Kata Rini sambil teriak-teriak. Kebiasaan yang
selalu dilakukan ketika sudah kumpul bareng seketika langsung ramai dan merasa
kosan milik sendiri.
“Masih
pagi, tumben sudah berangkat kamu ?” Tanya Sasha. “Hari ini aku berangkat pagi,
kelasku mau ada rapat. Eh nggak
biasanya kamu balik mepet dihari senin?”
Tanya Sarah. “Dirumah kemarin ada acara mendadak jadi bantu-bantu dulu. Dan
kebetulan juga Rini ada kepentingan lain. Nah,
sekalian aku ajak balik bareng hari senin ”
“Oh
begitu, bawa makanan banyak dong hari ini.” Wkwkwk. Gurau sarah sambil ketawa.
“Tentunya,
nih ada 5 boks nasi kotak.”
“Mantap,
setelah selesai kuliah langsung eksekusi.”
Sambil
tertawa lepas bersama. Setelah selesai dengan obrolannya. Sarah pun langsung
berangkat ke kampus. Seperti hari-hari biasanya perkuliahan berakhir pada pukul
13.00. “Yeeeeyy…akhirnya selesai juga. Time
for lunch.” Kata Sarah dengan riang.
Detik demi detik terus bertambah.
Putaran jam tak pernah mati. Tetap sebagai pengingat manusia bahwa waktu cepat
berlalu dan terus berganti dengan hari-hari selanjutnya. Tawa gadis kosan itu
masih tetap membara walau terkadang harus berperang dengan batinnya sendiri.
Begitulah derita seorang anak kos yang merantau di kota orang demi mengejar pendidikan
tingggi.
“Ting-tong.”
Notifikasi WA Sarah berbunyi. Sebuah pesan singkat dari temannya untuk mengajak
diskusi di rumah rayon Al-Ghozali/tempat/bascampnya anak PMII Al-Ghozali. Di
PMII Komisariat IAIN Tulungagung itu ada 7 rayon. 4 dari FTIK, 1 dari FASIH, 1
dari FUAD, dan 1 dari FEBI. Disetiap rayon sudah ada pembagian untuk semua
masing-masing prodi. Dari FTIK itu ada Rayon Al-Ghozali (PGMI, PIAUD), Rayon
Al-Khawarismi (Tadris IPS, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika), Rayon Avicenna
(Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris), Rayon Basyaruddin (PAI, MPI),
Rayon Muhammad Yunus (FEBI), Rayon Al-Fatih (FASIH), Rayon Jalaluddin Rumi
(FUAD). Kebetulan Sarah masuk di rayon Al-Ghozali.
Dengan antusias yang tinggi Sarah
langsung bergegas siap-siap untuk berangkat. Selain paras yang cantik Sarah
juga anak yang pintar, aktif dikelas dan sangat senang berorganisai. Terbukti
dari SMA selalu ikut organisasi sehingga sedikit skilnya sudah terasah.
Berhubung saat di perkuliahan dia sudah memutuskan ikut organisasi PMII,
menjadikan dirinya untuk tertantang menggali ilmu yang ada di PMII serta
mengasah skilnya lebih dalam lagi.
Sesampai di tempat, Sarah langsung
menuju ruangan tempat diskusi. Tak lupa dengan riasan cantik serta tampilan
rapi, bau harum dari parfumnya dan tentunya dengan perlengkapan alat tulis
menulis. Satu jam berlalu, namun argumen dari setiap orang juga masih terdengar
dalam diskusi tersebut. Begitulah contoh kecil proses pengembangan diri melalui
membuka pemikiran yang luas. Saling melempar argumen demi pemahaman yang
mendalam.
Proses demi proses terlalui, tak
terasa sudah 3 bulan lamanya. Sarah merasa senang dan mulai mendapatkan
kenyamanan berada didalam organisasi ini. Rasa kekeluargaan, wawasan, dan
relasi semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
Namun ditengah asiknya kuliah dan
berproses di PMII tidak ada yang menyangka bahwa dunia akan menerima musibah,
salah satunya negara tercinta yakni Indonesia. Sosok yang tidak nampak secara gamblang
di mata manusia, tapi ada dan membunuh dengan perlahan. Virus Covid-19 itulah
namanya.
Seketika roda yang semula berputar.
Kini terhenti secara terpaksa sebab benda tajam menusuknya. Mungkin itu sekilas
gambaran untuk keadaan dunia. Semua kegiatan terpaksa terhenti dan dilakukan
dari jarak jauh yaitu di rumah. Salah satunya sistem pendidikan yang
mengaharuskan belajar daring.
Mendengar berita itu kegiatan di
kampus maupun diluar kampus sekejap langsung sirna. Sarah pun bergegas pulang untuk melakukan kegiatannya dari
rumah.
“Alhamdulillah
nak, kamu sudah sampai rumah, mendengar berita di TV ibu sangat khawatir
sekali.” Ujar ibu Sarah. Pantas saja jika ibunya begitu khawatir dengannya
sebab dia adalah anak perempuan tunggal yang begitu dicintainya. Pelukan hangat
mendarat diantara keduanya. “Sarah baik-baik saja bu, jangan khawatir.” Sembari
tetap memeluk.
Pandemi yang terus menyelimuti
membuat kegiatan proses Sarah di PMII sedikit terbengkalai dan berimbas kurang
maksimal. Hari-hari terlewati tanpa adanya komunikasi jarak dekat dan hanya
kebosanan yang terus mengahantui.
Ditengah heningnya malam disudut dekat jendela Sarah
merenung sendirian. Tiba-tiba terlintas pemikiran. “Jika keadaan terus seperti
ini, bagaimana aku bisa memberikan sesuatu terhadap PMII, aku begitu
membutuhkannya.” Ucap Sarah.
5 bulan lamanya. Kondisi ibu pertiwi masih tetap sama
dengan adanya virus. Namun mau bagaimanapun agenda di PMII harus tetap
berjalan. Setelah memikirkan beberapa pertimbangan dari kakak tingkat Sarah
atau lebih tepatnya pengurus rayon Al-Ghozali. Akhirnya memutuskan untuk
mengadakan agenda besar yakni Mapaba gelombang 2 guna untuk membuka dan
merekrut kembali mahasiswa yang ingin masuk di PMII.
Kabar mengenai agenda itu sudah disuarakan melalui
group WA dan struktur kepanitiaan juga sudah dibentuk. Sarah yang baru sempat
membuka WA terkejut dengan melihat pemilihan kepanitiaannya.
“Astaga,
aku jadi CO. Sie acara ???.” Terlintas ada angan yang tertawa dan bingung.
Karena baru pertama kalinya masuk kepanitiaan di organisasi tingkat mahasiswa.
Satu hari setelah pengumuman Sarah
langsung cerita ke ibunya perihal rencana ingin ke Tulungagung. Restu dari ibu
tercinta juga menjadi prioritas utama bagi Sarah.
“Bu,
sarah mau izin ke Tulungagung, ada acara.” Ungkap Sarah dengan pelan.
“Enggak
boleh !!!.” Jawabnya sedikit dengan nada tinggi. “Sarah mohon bu, satu kali ini
aja.” Memohon dengan melas.
“Ditengah
pandemi seperti ini kamu harus berada dirumah, jangan kelayaban enggak jelas.”
Ungkap ibunya.
Ibu Sarah memang selalu kontra dengan
hal yang dilakukan oleh putrinya salah satunya mengikuti organisasi. Baginya
hal itu tidak penting dan membuang-buang waktu, namun tidak bagi Sarah.
Kekhawatiran akan keselamatan Sarah juga menjadi salah satu asalasan utama
kenapa ibunya terlalu overthinking.
Setelah melalui negosiasi lama
akhirnya dengan terpaksa ibu Sarah mengizinkan dia untuk berangkat dengan
catatan ini terakhir kalinya untuk mengurus aktivitas diluar kuliah selama
pandemi. Tepat pukul 19.00 Sarah mulai prepare
barang yang akan dibawanya. Suara bawel ibunya juga ikut menyelimuti dalam
persiapan. Kehebohan juga sempat terjadi dalam kamar Sarah.
Tiba saatnya keberangkatan. Suasana
sejuk dengan balutan embun pagi hari terasa begitu dingin. Mencium tangan
ibunya, memeluk dan mengucap salam menjadi penyambut hari sarah untuk memulai
aktivitas kala itu.
Sesampai di sana, Sarah dan
teman-temannya gerak cepat untuk melaukan persiapan. Rapat, rapat, dan rapat
menjadi rutinan ketika pra acara. Karena Sarah sebagai CO jadi dia menghendel
anggotanya untuk kerja dengan baik, dan kompak tentunya. Pertukaran isi kepala,
perdebatan hingga sindiran sudah menjadi bumbu pelengkap dalam berorganisasi.
Namun hal itu tidak menjadikan Sarah untuk lari dari tanggung jawabnya.
Setelah melewati hari-hari panjang akhirnya pro kontra
yang menyelimuti usai sudah. Semua permasalahan terlewati dan acara pun
berjalan dengan lancar. Semua panitia senang dengan keberhasilan dalam acara
tersebut. Sorak gembira semuanya. “SUKSESSSSSSSS…..” Raut wajah Sarah juga
nampak sumringah.
Tanpa pikir panjang di akhir
evaluasi langsung merancang agenda selanjutnya yakni tindak lanjut setelah
mabapa adalah makrab dan follow up. Kepanitian juga langsung dibentuk. Secara
mengejutkan Sarah masuk nominasi untuk menjadi ketua pelaksana. Proses voting dimulai,
dan ternyata hampir semua teman-temannya pada saat itu memilih Sarah untuk
menjadi ketua pelaksana. Seketika Sarah langsung terdiam dan bingung, sebab
memikirkan beberapa pertimbangan salah satunya ucapan ibunya kemarin. Sarah pun
menolaknya, namun semua temannya tidak setuju sebab potensi yang dimilikinya
juga sangat bagus menurut pandangan semua orang. Akhirnya setelah pemikiran
panjang dengan keyakinan Sarah menerima untuk menjadi ketua pelaksana.
Rasa tanggung jawab yang besar kini
dipikul Sarah. Sebagai seorang ketua pelaksana sudah menjadi keharusan dalam
memimpin anggotanya untuk menjalankan pembagian tugas demi terselenggaranya
acara. “Bissmillah, mungkin ini salah
satu jalan untuk aku berproses. Semangat !!!.” Suara hati Sarah untuk memberi semangat
pada dirinya.
Dibalik itu semua Sarah masih
memikirkan tentang ibunya. “emmm…bagaimana ini, pasti ibu sudah menunggu ku
pulang, padahal aku masih lama disini untuk mempersiapkan acara”. Dengan nada
lembut saat telpon Sarah mencoba memberi pengertian kepada ibunya. “Bu Sarah
sepertinya belum bisa pulang cepat, karena ada hal lain yang harus Sarah
kerjakan.”
Mendengar
ucapan Sarah, seketika ibunya membludak marah sebab khawatir apalagi dimasa
pandemi seperti ini. 1 jam lamanya mereka berbincang dan akhirnya ibu Sarah
mengizinkan dengan berat hati karena sarah terus mengeyel untuk tetap stay di
Tulungagung.
Fisik, pikiran, batin Sarah ikut terkuras dalam
persiapan acara itu. Menjadikannya selalu begadang hingga pukul 1 pagi. Tapi
dia tetap menikmati dengan proses yang dilalui itu sebab bisa menjadikan
dirinya pandai dalam mengkoordinasi sebagai pemimpin.
Persiapan tinggal menghitung hari untuk mencapi puncak
acara. Namun, musibah pun datang menghampiri Sarah bahwa ibunya jatuh sakit dan
dibawa ke rumah sakit. Mendengar kabar tersebut Sarah langsung pamitan kepada
temannya dan bergegas pulang demi
menemui ibunya. Sesampainya diruangan
ibunya Sarah menangis dan memeluk ibunya.
“Maafkan
Sarah bu, pasti ini semua gara-gara Sarah.”
Kondisi
ibunya seketika lemah sebab terlalu banyak pikiran salah satunya memikirkan
putri kesayangannya itu. “Ibu nggak
mau ditinggal lagi sama kamu nak.” Kata ibu Sarah dengan nada lirih. Isak
tangis Sarah pun semakin kencang mendengar ucapan ibunya.
Dua hari lamanya Sarah merawat ibunya. Curahan kasih
sayang, perhatian sudah diberikannya. Walaupun demikian Sarah juga tidak lupa
akan tanggung jawabnya di PMII. Koordinasi tetap berjalan walau hanya melalui
via WA. Kondisi ibunya pun sudah membaik dan boleh dibawa untuk pulang. Rasa
senang, syukur Sarah pun terucap melalui kata “Alhamdulillah.”
Melihat kondisi ibunya saat di rumah juga membaik
Sarah berusaha mengajak ngbrol ibunya dengan pelan bahwasannya dia mempunyai
tanggung jawab yang besar di organisasi PMII. Sebagai seorang kader sejati
tidak mungkin akan lari dari tanggung jawab. PMII sedang menunggu dedikasi
seperti apa yang akan diberikan oleh seorang kadernya. Hanya omong kosong atau
bukti nyata. Ucapan Sarah nyatanya dihiraukan oleh ibunya hingga berujung diam
seribu bahasa.
Sarah begitu bingung dihadapkan dengan dua pilihan
yang berat. Merenung sendiri dengan
pikiran kosong. Padahal acara kurang H-2. “Seorang ketua pelaksana, nggak hadir pada saat acaranya telah
tiba.???” Seketika terlintas diangan dan tiba-tiba teriak dengan kencang.
“Aaaaagghhhhhhhh.”
Berpikir panjang mencari solusi namun tak kunjung
temu. Dengan berat hati Sarah pun izin di group WA untuk mengudurkan dirinya
sebagai ketua pelaksana dengan alasan yang jelas dan menunjuk temannya Sindy
sebagai pengganti dia. Semua terkejut dan banyak yang kecewa. Begitulah jika
harus mengorbankan sesuatu, harus siap juga menelan pilu.
Tak sengaja ibunya Sarah lewat didepan kamarnya dan
mendengar untaian doa yang dipanjatkan serta air mata ikut menjadi saksinya.
Diam sejenak dan memperhatikannya, tanpa disadari air mata ibunya juga ikut
menetes. “Mungkin sikap ku terlalu berlebihan terhadap anaku.” Berjalan pelan
menghamprinya “Silakan besok kamu boleh pergi ke Tulungagung.” Kata ibunya
dengan senyuman. Mengusap air matanya dan memeluk erat. “Terima kasih bu.”
Sambil menangis bahagia. Buah dari kesungguhan Sarah dalam berproses di PMII,
sehingga Tuhan memberikan rencana yang tak diduga sebelumnya.
Sarah pun berencana untuk memberikan surprise kepada teman-temannya. H-1 sebelum
acara Sarah berangkat ke Tulungagung. Sesampai disana sorak gembira langsung
pecah tatkala Sarah menampakan dirinya. Ternyata banyak yang sayang dengannya
dan kehadirannya pun sangat dinantikan oleh para rekannya. Perasaan yang semula
gundah akhirnya bisa lega dan melanjutkan lagi tanggung jawabnya sebagi ketua
pelaksana.
“Setiap
langkah adalah pengorbanan. Niatkan untuk kebaikan salah satunya mencari ilmu
maka Tuhanmu senantiasa memberikan jalan yang terbaik.”
Salam Pergerakan.
Post a Comment